Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Ancaman Krisis Global

Kolom

Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Ancaman Krisis Global

Irwan Trinugroho - detikFinance
Kamis, 25 Mei 2023 16:02 WIB
Ilustrasi bank digital
Ilustrasi perbankan - Foto: Shutterstock
Jakarta -

Gejolak sistem keuangan global belum juga berakhir. Diawali oleh bangkrutnya Bank Silicon Valley (SVB), salah satu bank terbesar di Amerika, pada awal Maret 2023 yang lalu, banyak bank mengalami krisis dan bangkrut. SVB bangkrut setelah gagal mengumpulkan dana sebesar US$ 2,25 miliar atau setara Rp 34,75 triliun untuk menambah modal. Runtuhnya kepercayaan masyarakat disebut sebagai penyebab utama kegagalan SVB.

Hanya dalam hitungan hari setelah kebangkrutan SVB, Bank Signature dan Bank Silvergate ikut-ikutan collapse. Bank Signature yang berbasis di New York adalah salah satu bank utama untuk industri kripto di AS. Bank ini ditutup oleh otoritas perbankan AS hanya dua hari setelah bangkrutnya SVB.

Pasca ditutupnya Bank Signature, Pemilik Bank Silvergate mengumumkan rencana untuk mengakhiri operasi Bank Silvergate dan melakukan likuidasi bank secara mandiri. Seperti halnya Bank Signature, Bank Silvergate adalah bank yang memfokuskan layanan perbankan mereka untuk industry kripto. Bangkrutnya Bank Signature dan Bank Silvergate lebih disebabkan oleh ketidakstabilan di pasar stablecoin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ANCAMAN KRISIS GLOBAL

Runtuhnya beberapa bank besar di Amerika memunculkan kekhawatiran akan krisis system keuangan yang menjalar ke seluruh penjuru dunia. Bahkan ada studi yang memprediksikan sebanyak 186 bank di seluruh dunia berisiko gagal seperti yang dialami oleh SVB. Bank-bank tersebut berpotensi kolaps apabila setengah dari deposan melakukan rush, menarik dana secara bersama-sama dari bank.

ADVERTISEMENT

Meskipun prediksi tersebut bisa dikatakan berlebihan tetapi indikasi rambatan krisis system keuangan memang benar nyata. Pasca ambruknya tiga bank besar di Amerika, Credit Suisse, Lembaga keuangan ternama di Eropa yang sudah berusia 166 tahun mengalami ancaman kebangkrutan.

Krisis kepercayaan baik dari investor maupun nasabah menempatkan Credit Suisse diujung tanduk. Credit Suisse hanya dapat diselamatkan dengan jalan suntikan likuditas oleh bank sentral Swiss dan kemudian dilakukan akuisisi oleh UBS Group AG, perusahaan perbankan investasi dan jasa keuangan yang juga berkantor pusat di Swiss.

Ancaman krisis keuangan global terakhir dibuktikan dengan bangkrutnya Bank First Republik. Bank ini mengikuti tiga bank sebelumnya yang bangkrut di Amerika pada tahun ini. First Republic dinyatakan bangkrut pada awal bulan ini setelah LPS nya Amerika (Federal Deposit Insurance Corporation) mengumumkan penutupan bank.

STABILITAS SISTEM KEUANGAN

Meskipun kondisi global mengalami tekanan dan banyak terjadi bank gagal, system keuangan di Indonesia relative stabil dan sehat. Hal ini diungkapkan dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 3 Mei 2023 yang lalu.

Stabilitas system keuangan nasional ditunjukkan oleh berbagai indikator. Stabilitas di Pasar Modal misalnya ditunjukkan oleh pergerakan IHSG yang positif, terus masuknya aliran modal asing, penghimpunan dana yang tumbuh positif dan jumlah emiten yang meningkat.

Penghimpunan dana di pasar modal pada bulan April mencapai Rp 84 triliun, dengan emiten baru tercatat sebanyak 33 emiten. Sementara dalam perencanaan Bursa selama tahun 2023 terdapat 115 rencana Penawaran Umum dengan nilai sebesar Rp 135,31 triliun, termasuk rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 63 perusahaan. Hal ini menggambarkan optimisme yang terus meningkat di pasar modal.

Stabilitas di Sektor Perbankan ditunjukkan oleh beberapa indicator seperti permodalan, likuiditas, kualitas (risiko) kredit dan profitabilitas. Dari sisi permodalan, system perbankan nasional dapat dikatakan sangat solid, didukung Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 24,69%, jauh diatas batas aman (8%).

Sementara kondisi likuiditas juga tidak menunjukkan adanya tekanan. Likuiditas industri perbankan pada Maret 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) pada Maret 2023 masing-masing sebesar 128,87% dan 28,91%. Jauh di atas threshold (50 persen dan 10%).

Stabilitas Sistem Perbankan didukung oleh kualitas (risiko) kredit yang terjaga. Kualitas atau Risiko Kredit dicerminkan oleh Rasio Non Performing Loan (NPL), dimana pasca pandemic rasio NPL Perbankan terus menunjukkan penurunan. Pada bulan Maret 2023 NPL netto Perbankan turun menjadi 0,72%, dan NPL gross turun menjadi 2,49%
Seiring dengan peningkatan penyaluran kredit dan turunnya rasio NPL, meningkatnya transaksi yang menghasilkan fee based income, serta perbaikan kinerja surat berharga, profitabilitas perbankan juga mengalami peningkatan. Beberapa bank besar bahkan mencatat rekor kenaikan laba pada tahun 2022.

Untuk Sektor Keuangan Non Bank (IKNB), stabilitas juga ditunjukkan oleh indicator permodalan, likuiditas dan risiko pembiayaan. Dari sisi permodalan, sektor IKNB khususnya industry Asuransi dapat dikatakan stabil dan sehat dengan rasio modal yang sudah diperhitungkan risikonya (Risk Based Capital) berada jauh di atas batas aman (120%). Industri asuransijiwa memiliki RBC sebesar 460,06%, sementara asuransi umum mencatatkan RBC sebesar 315,79%.

Masih pada industry Asuransi, pendapatan premi selama 3 bulan pertama tahun 2023 memang menunjukkan penurunan. Tetapi hal ini tidak menyebabkan adanya permasalahan likuiditas. Akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Januari sampai dengan Maret 2023 mencapai Rp 78,50 triliun. Hal Ini sekaligus menandai masih cukup kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap industry Asuransi.

Untuk IKNB sector pembiayaan, terjadi pertumbuhan pembiayaan yang positif, sebesar 16,35 persen (yoy), dimana pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 34,25% (yoy) dan 19,14% (yoy). Yang patut diwaspadai adalah risiko pembiayaan yang tercatat naik walaupun masih pada level yang aman. Rasio non performing financing (NPF) tercatat naik menjadi sebesar 2,37%.

HARAPAN PADA OJK

Meskipun sampai saat ini system keuangan di Indonesia masih stabil dan sehat, tetapi risiko ancaman rambatan krisis dari global masih tetap ada. Lembaga keuangan seperti perbankan sangat bergantung kepada kepercayaan masyarakat. Terganggunya kepercayaan masyarakat, seperti yang terjadi di Amerika, bisa memicu adanya bank gagal. Satu bank gagal bisa menyebabkan efek domino, bank-bank lain yang sebelumnya sehat bisa ikut kolaps.

Oleh karena itu OJK sangat diharapkan terus mewaspadai kondisi ketidakpastian global yang tinggi dan dampak rambatannya pada system keuangan nasional. OJK sejauh ini sudah mampu melakukan tugasnya dengan baik mengatur dan mengawasi semua penyelenggara jasa keuangan. Tetapi dalam rangka mengantisipasi ancaman rambatan krisis keuangan global, OJK diharapkan bisa lebih meningkatkan pengawasannya, guna memastikan seluruh penyelenggara jasa keuangan memperkuat tata kelola dan penerapan manajemen risiko.

Prof. Irwan Trinugroho, Ekonom Senior Segara Research Institute dan Guru Besar UNS

(kil/kil)

Hide Ads