Bagi warga Baduy, sekolah formal secara adat memang dilarang. Tapi, bukan berarti mereka ketinggalan zaman dan kampungan. UMKM Baduy, sebagian besar sekarang transaksi secara digital.
Ini bisa dilihat dari deretan barcode QRIS yang dipajang di rumah pelaku UMKM Baduy. Berderet QRIS dipajang di rumah-rumah bambu mereka demi melayani wisatawan.
Ada yang menarik kenapa mereka menggunakan QRIS. Elas, warga Baduy yang berjualan di sana mengatakan, daripada menyimpan uang kes, mereka lebih baik buat tabungan. Ia takut uang miliknya dimakan rayap jika disimpan sembarangan.
"Naon ja orang dieu mah nu enggeus kolot eta duit bakarung-karung dikarungan, ju nu dihakanan mereun ku bolokosompong (Itu orang-orang yang sudah tua uang banyaknya dikarungin, yang ada dimakan rayap)," kata Elas ke Detikcom.
Lewat transaksi QRIS itulah mereka sekarang merasa uangnya aman. Daripada asal simpan, lebih baik uang disimpan di tabungan.
"Etamah sok ngadungkruk bae kitu dihijikeun jeuh parabah rombeng, horeng mah tumpukan duit. Ari di deui mah aman (Itu orang suka simpan uang disatukan dengan baju bekas, tahu-tahunya tumpukan uang. Kan kalau disimpan di sini (tabungan) aman," ujarnya.
Bukan tanpa alasan kenapa rata-rata pengguna QRIS di Baduy menggunakan BRI. Perbankan ini rupanya mempermudah proses pembuatan tabungan meski di Baduy soal tanda tangan memang awut-awutan. Ada yang hanya cap jempol atau sekedar garis lurus.
"KTP kan di dieu mah kitu bae, dicontreng, aya anu lempeng aya anu dicontreng, anu ku jempol, ku BRI mah endah bae (KTP orang sini ada yang hanya contreng, lurus, cap jempol, sama BRI mah bisa aja)," katanya.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
(bri/hns)