Supplier (Penyuplai) Gabah di Lampung Rayon Timur menilai kebijakan pelarangan penjualan gabah keluar daerah Lampung akan membuat petani menjadi korban. Ia berharap pemerintah daerah meninjau kembali Perda larangan gabah Lampung dijual ke luar provinsi dengan melibatkan asosiasi petani dan tidak hanya asosiasi penggilingan padi.
"Kami berharap agar jangan hanya karena kepentingan segelintir pihak akan mengorbankan kepentingan yang lebih luas," jelas Rayon dalam keterangan tertulis, Jumat (26/5/2023).
Ia memperkirakan harga gabah akan terjun bebas jika penggilingan padi di Lampung belum mampu menyerap seluruh hasil panen raya. Pemberlakuan peraturan pelarangan penjualan gabah keluar Lampung ini pun diprediksi akan mematikan ekonomi petani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai hukum supply-demand, harga jual gabah diramalkan anjlok jika kemampuan serap penggilingan padi di Provinsi Sai Bumi Ruwa Jurai itu belum sebanding dengan volume hasil panen raya.
"Harga bisa turun di bawah Rp 5.000 per Kg, yang akan jadi korban petani," ujar Rayon
Rayo mengatakan jika harga gabah turun, maka yang menikmatinya adalah penggilingan karena harga jatuh. Saat harga rendah, dalam satu kali giling 20 ton para penggiling dapat meraup Rp 10-15 juta.
Selain diserap penggilingan lokal, kata Rayon, sudah sejak lama gabah di Lampung juga dipasarkan oleh pembeli luar daerah, baik dari Jawa maupun Sumatera. Rayon menduga ada upaya untuk menghalangi pembeli luar daerah masuk ke wilayah itu dengan tujuan mengurangi persaingan.
Ia pun menyebut aturan pelarangan serupa pernah diberlakukan di salah satu daerah di Sulawesi sekitar lima tahun yang lalu. Akibatnya, terjadi keributan dan protes dari petani, pedagang, dan penggilingan sebab harga gabah turun drastis.
"Petani yang tadinya diam jadi memberontak. Mestinya kita bisa belajar dari kasus tersebut," tuturnya.
Lebih lanjut, Rayon menjelaskan harga gabah kering panen (GKP) di Lampung sering kali relatif kurang menguntungkan saat panen karena ketergantungan petani kepada tengkulak. Terbatasnya modal dan akses pasar menyebabkan petani sebagai ujung tombak pertanian menjadi pihak yang kurang menikmati keuntungan.