Pelarangan Jual Gabah Keluar Lampung Dinilai Matikan Ekonomi Petani

Pelarangan Jual Gabah Keluar Lampung Dinilai Matikan Ekonomi Petani

Erika Dyah - detikFinance
Jumat, 26 Mei 2023 17:21 WIB
Ilustrasi Padi
Foto: Istimewa
Jakarta -

Supplier (Penyuplai) Gabah di Lampung Rayon Timur menilai kebijakan pelarangan penjualan gabah keluar daerah Lampung akan membuat petani menjadi korban. Ia berharap pemerintah daerah meninjau kembali Perda larangan gabah Lampung dijual ke luar provinsi dengan melibatkan asosiasi petani dan tidak hanya asosiasi penggilingan padi.

"Kami berharap agar jangan hanya karena kepentingan segelintir pihak akan mengorbankan kepentingan yang lebih luas," jelas Rayon dalam keterangan tertulis, Jumat (26/5/2023).

Ia memperkirakan harga gabah akan terjun bebas jika penggilingan padi di Lampung belum mampu menyerap seluruh hasil panen raya. Pemberlakuan peraturan pelarangan penjualan gabah keluar Lampung ini pun diprediksi akan mematikan ekonomi petani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesuai hukum supply-demand, harga jual gabah diramalkan anjlok jika kemampuan serap penggilingan padi di Provinsi Sai Bumi Ruwa Jurai itu belum sebanding dengan volume hasil panen raya.

"Harga bisa turun di bawah Rp 5.000 per Kg, yang akan jadi korban petani," ujar Rayon

ADVERTISEMENT

Rayo mengatakan jika harga gabah turun, maka yang menikmatinya adalah penggilingan karena harga jatuh. Saat harga rendah, dalam satu kali giling 20 ton para penggiling dapat meraup Rp 10-15 juta.

Selain diserap penggilingan lokal, kata Rayon, sudah sejak lama gabah di Lampung juga dipasarkan oleh pembeli luar daerah, baik dari Jawa maupun Sumatera. Rayon menduga ada upaya untuk menghalangi pembeli luar daerah masuk ke wilayah itu dengan tujuan mengurangi persaingan.

Ia pun menyebut aturan pelarangan serupa pernah diberlakukan di salah satu daerah di Sulawesi sekitar lima tahun yang lalu. Akibatnya, terjadi keributan dan protes dari petani, pedagang, dan penggilingan sebab harga gabah turun drastis.

"Petani yang tadinya diam jadi memberontak. Mestinya kita bisa belajar dari kasus tersebut," tuturnya.

Lebih lanjut, Rayon menjelaskan harga gabah kering panen (GKP) di Lampung sering kali relatif kurang menguntungkan saat panen karena ketergantungan petani kepada tengkulak. Terbatasnya modal dan akses pasar menyebabkan petani sebagai ujung tombak pertanian menjadi pihak yang kurang menikmati keuntungan.

Menurutnya, ketergantungan ini bermula saat mulai musim tanam, saat para petani membutuhkan modal kerja untuk pengadaan benih, pupuk, pestisida, dan lainnya. Akibat keterbatasan modal, mereka pun meminjam kepada tengkulak dan akan dibayar saat panen.

Selain itu, ia menilai ada juga permainan untuk menekan harga yang bahkan bisa di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) jika sedang panen raya. Misalnya, gabah telat dibongkar sehingga harus menginap dan membuat harganya makin turun. Selain itu, jenis padi tertentu juga sering ditekan, seperti beras bulat yang pangsa pasarnya lebih terbatas.

"Harga gabah yang ditekan tersebut menyebabkan ekonomi petani kurang sejahtera," kata Rayon.

Kendati demikian, ia menilai harga gabah mulai wajar sejak masuknya perusahaan besar yang membuat kemampuan pembeliannya juga besar. Kondisi ini dinilainya dapat menguntungkan petani.

Adapun harga GKP saat ini yang berada di atas Rp 5.000 per Kg dinilai wajar untuk meningkatkan kesejahteraan petani Lampung.

"Supplier sekarang kejarnya kuantitas jadi harus bayar cash. Sekarang apa adanya saja, kalau hasilnya bagus langsung bayar. Kalau dulu sampai berbulan-bulan, sekarang nggak ada cerita," pungkasnya.


Hide Ads