Jepang dan China Kompak Berdoa Jangan Sampai AS Gagal Bayar Utang

Jepang dan China Kompak Berdoa Jangan Sampai AS Gagal Bayar Utang

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Minggu, 28 Mei 2023 13:15 WIB
Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang menembus Rp 13.000,- menjadi alarm buat investor. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun masuk dalam tren melemah yang cukup parah dalam beberapa hari terakhir. Seorang nasabah tengah menukar mata uang dolar di Bank CIMB Niaga, Jakarta, Selasa (16/06/2015). Rengga Sancaya/detikcom.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini tengah dihantui risiko gagal bayar utang. Hal ini tentu membuat banyak negara di dunia ketar-ketir, khususnya Jepang dan China.

Sebab Negeri Paman Sam itu diketahui memiliki sejumlah besar utang terhadap Jepang dan China dalam bentuk Sekuritas Treasury. Sebagai informasi, Sekuritas Treasury AS merupakan obligasi pemerintah yang dikeluarkan Kementerian Keuangan Paman Sam untuk belanja pemerintah federal selain dari pajak.

Jatuhnya nilai Treasuries akan menyebabkan penurunan cadangan devisa Jepang dan China. Artinya mereka akan memiliki lebih sedikit uang yang tersedia untuk membayar impor penting, melunasi utang luar negeri, atau menopang mata uang nasional mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kepemilikan Treasury Jepang dan China yang besar dapat merugikan mereka jika nilai Treasuries anjlok," kata Josh Lipsky dan Phillip Meng, analis dari Pusat GeoEconomics Dewan Atlantik.

Meski demikian, para analis ini mengungkapkan "risiko nyata" berasal dari kejatuhan ekonomi global dan kemungkinan resesi AS yang dipicu oleh default atau gagal bayar utang.

ADVERTISEMENT

"Itu menjadi perhatian serius bagi semua negara tetapi menimbulkan risiko khusus bagi pemulihan ekonomi China yang rapuh," kata Lipsky dan Meng.

Setelah lonjakan aktivitas awal setelah pencabutan pembatasan pandemi secara tiba-tiba akhir tahun lalu, ekonomi China sekarang tersendat karena konsumsi, investasi, dan output industri semuanya menunjukkan tanda-tanda melambat.

Tekanan deflasi semakin memburuk karena harga konsumen hampir tidak bergerak beberapa bulan terakhir. Kekhawatiran utama lainnya adalah melonjaknya tingkat pengangguran kaum muda, yang mencapai rekor 20,4% pada bulan April.

Sementara itu, untuk perekonomian Jepang baru menunjukkan tanda-tanda bangkit dari stagnasi dan deflasi, yang telah menghantui negara itu selama beberapa dekade. Artinya secara tidak langsung pemulihan ekonomi Jepang juga dapat terimbas akibat resiko AS gagal bayar utang ini.

Lantas seberapa besar utang AS ke China-Jepang? Baca halaman berikutnya

Melansir dari CNN, Minggu (28/5/2023), diketahui besaran utang AS terhadap Jepang dan China mencapai US$ 2 triliun atau Rp 30.000 triliun (kurs Rp 15.000) dari Rp 114.000 triliun sekuritas Treasury AS yang dipegang negara asing.

Perlu diketahui, Beijing mulai meningkatkan pembelian Treasury AS pada tahun 2000, ketika AS mendukung masuknya China ke dalam Organisasi Perdagangan Dunia yang memicu ledakan ekspor.

Kegiatan itu menghasilkan dollar dalam jumlah besar untuk China dan butuhkan tempat yang aman untuk menyimpannya. Obligasi Treasury AS secara luas dianggap sebagai salah satu investasi teraman di Bumi.

Kepemilikan China atas utang pemerintah AS menggelembung dari US$ 101 miliar hingga mencapai US$ 1,3 triliun pada tahun 2013. China adalah kreditor asing terbesar ke AS Serikat selama lebih dari satu dekade.

Tetapi meningkatnya ketegangan dengan pemerintahan Trump pada 2019 membuat Beijing mengurangi kepemilikannya, dan Jepang melampaui China sebagai kreditor utama tahun itu. Tokyo sekarang memegang US$ 1,1 triliun, dibandingkan China yang sebesar US$ 870 miliar

Jumlah yang luar biasa besar itu membuat China dan Jepang rentan terhadap potensi jatuhnya nilai Departemen Keuangan AS jika skenario kiamat bagi Washington terjadi.



Simak Video "Video: Soal Narasi BPJS Kesehatan Bangkrut dan Gagal Bayar di 2025"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads