Pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini tengah dihantui risiko gagal bayar utang. Bila benar terjadi, hal ini tentu saja akan sangat berdampak pada kondisi perekonomian AS dan sejumlah negara lainnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen menyampaikan saat ini cadangan uang Paman Sam tengah menipis. Sehingga resiko terjadinya gagal bayar utang semakin besar.
Bahkan ia menyebut negaranya bisa kehabisan uang demi membayar total tagihan yang mencapai US$ 31,4 triliun atau sekitar Rp 471.000 triliun (kurs Rp 15.000). Karenanya ia berharap agar kongres AS bisa menangguhkan tenggat waktu pembayaran utang tersebut
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, Yellen menjelaskan Departemen Keuangan akan melakukan pembayaran sebesar US$ 130 miliar tanggal 1 dan 2 Juni. Hal ini membuat cadangan uang mereka yang sudah tipis akan semakin menipis.
Di sisi lain, Presiden AS Joe Biden tampak optimis dalam menghadapi ancaman gagal bayar utang yang dihadapi negaranya. Sebab ia dan negosiator dari Partai Republik masih berupaya menaikkan plafon utang pemerintah AS.
Padahal negosiasi yang membahas kesepakatan untuk menaikkan plafon utang Paman Sam itu sudah berlangsung berminggu-minggu. Jika negosiasi gagal, AS harus menghadapi bencana ekonomi imbas default atau gagal bayar utang.
Jepang-China Harap-harap Cemas
Dari sekian banyak negara yang memberikan pinjaman luar negeri kepada Amerika, Jepang dan China merupakan salah satu negara yang paling khawatir akan resiko gagal bayar utang AS ini.
Sebab Negeri Paman Sam itu diketahui memiliki sejumlah besar utang terhadap Jepang dan China dalam bentuk Sekuritas Treasury. Sebagai informasi, Sekuritas Treasury AS merupakan obligasi pemerintah yang dikeluarkan Kementerian Keuangan Paman Sam untuk belanja pemerintah federal selain dari pajak.
Jatuhnya nilai Treasuries akan menyebabkan penurunan cadangan devisa Jepang dan China. Artinya mereka akan memiliki lebih sedikit uang yang tersedia untuk membayar impor penting, melunasi utang luar negeri, atau menopang mata uang nasional mereka.
Padahal total besaran utang AS terhadap Jepang dan China tidaklah sedikit. Diketahui kedua negara itu memiliki Treasuries AS mencapai US$ 2 triliun atau Rp 30.000 triliun (kurs Rp 15.000) dari Rp 114.000 triliun sekuritas Treasury AS yang dipegang negara asing.
Sebagai informasi, Beijing mulai meningkatkan pembelian Treasury AS pada tahun 2000, ketika AS mendukung masuknya China ke dalam Organisasi Perdagangan Dunia yang memicu ledakan ekspor.
Kegiatan itu menghasilkan dollar dalam jumlah besar untuk China dan butuhkan tempat yang aman untuk menyimpannya. Obligasi Treasury AS secara luas dianggap sebagai salah satu investasi teraman di Bumi.
Kepemilikan China atas utang pemerintah AS menggelembung dari US$ 101 miliar hingga mencapai US$ 1,3 triliun pada tahun 2013. China adalah kreditor asing terbesar ke AS Serikat selama lebih dari satu dekade.
Tetapi meningkatnya ketegangan dengan pemerintahan Trump pada 2019 membuat Beijing mengurangi kepemilikannya, dan Jepang melampaui China sebagai kreditor utama tahun itu. Tokyo sekarang memegang US$ 1,1 triliun, dibandingkan China yang sebesar US$ 870 miliar
Jumlah yang luar biasa besar itu membuat China dan Jepang rentan terhadap potensi jatuhnya nilai Departemen Keuangan AS jika skenario kiamat bagi Washington terjadi.
Saksikan juga Sudut Pandang: Menelisik Kisah Klasik ART