Pemerintah belum lama ini mencabut larangan ekspor pasir laut. Menanggapi hal tersebut Anggota Komisi VII DPR Bambang Patijaya mengungkapkan jika kebijakan itu bukanlah domain dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melainkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Bambang menilai, ekspor pasir laut masuk ke dalam aktivitas penambangan laut dan saat ini ada empat hal menyangkut pemanfaatan laut, pertama tentang perikanan dikelola oleh KKP. Kedua, pariwisata yang dikelola Kementerian Parekraf. Ketiga penambangan laut yang diatur Kementerian ESDM, dan keempat perhubungan laut yang diatur Kementerian Perhubungan.
"Kami melihat ada kesesatan regulasi pada terbitnya PP 26/2023 ini. Kita lihat di dalam PP itu, dikatakan bahwa memuat tentang rangkaian kegiatan pengangkutan penempatan pengawasan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimemtasi di laut," katanya, dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VII DPR RI bersama Menteri ESDM, Senin (5/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita bingung karena yang kami dengar yang jadi lead PP ini kewenangan oleh Kementerian KKP. Ini ada kesesatan regulasi dan ini perlu diluruskan," tambah dia.
Merujuk pada aturan tersebut, ia menyoroti sejumlah satu pasal, salah satunya Pasal 9 yang menyebut pemanfaatan pasir lauta dalah untuk reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur, pembangunan prasarana pelaku usaha dan ekspor.
"Jelas ini kegiatan penambangan. Jelas. Karena objeknya pasir laut. Ini yang saya bilang kesesatan regulasi," imbuhnya.
Ia juga menambahkan, sedimentasi pasir laut masuk ke dalam mineral. Oleh karena itu, ia menyatakan Komisi VII tak rela perihal ini diurus oleh Kementerian KKP dan bukannya Kementerian ESDM.
"Saya dari Bangka Belitung, banyak yang tanya ke saya tentang ekspor pasir laut. Kalau memang nggak jelas ya kita tolak. Kecuali ini sudah jelas bagaiman regulasi sehingga ini menjadi satu regulasi yang memang atur sebagaiman mestinya," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR lainnya, Sartono menyoroti perihal ini dari sisi lingkungan. Menurutnya, kebijakan ini bisa membahayakan lingkungan bahkan berpotensi untuk membuat pulau-pulau kecil tenggelam karena pasir diambil dari pulau-pulau tersebut. Karena itulah, ia mengusulkan agar Arifin ikut 'cawe-cawe'.
"Pak Menteri harus ikut cawe-cawe dalam hal ini. Kami akan ikut support pengawasan dan aturannya bagimana. Kami dengar dari tokoh-tokoh yang dulunya di pemerintahan menyampaikan begitu bahayanya ini akan terjadi juga dinamika di masyarakat. Dan untungnya pasti gaduh tampah panas apalagi menjelang tahun politik," kata Sartono.
Menanggapi hal ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, kebijakan ini bermuara dari pendangkalan air laut. Akibat dari sedimentasi itu pun akhirnya KKP mengeluarkan studi menyangkut dampaknya terhadap biota laut di sekitar lokasi.
"Dan alur laut ini tentu saja domain daripada pelayaran daripada kapal laut, pelabuhan. Posisi ESDM kita selalu mengikuti aturan bahwa sedimen itu harus tidak mempunyai kandungan mineral dan harus dianalisa di laboratorium. Dan juga mengenai kesehatan laut itu domainnya LHK," kata Arifin, dalan momentum yang sama.
Lebih lanjut Arifin juga menjelaskan, menyangkut izin pengelolaan pasir tersebut, karena pasir non mineral berada di daerah, itu menjadi domainnya daerah. Inilah yang menjadi mekanisme yang diinisiasi untuk pendalaman laut untuk bisa mengurangi sedimen akibat pendangkalan.
(kil/kil)