Staf Khusus Kedeputian 2 Kantor Staf Presiden (Stafsus Kedeputian 2 KSP) Brian Sriprahastuti mengusulkan pelabelan informasi kandungan BPA pada kemasan berbahan polikarbonat (PC) dimasukkan ke dalam revisi peraturan pemerintah (PP) tentang Label dan Iklan Pangan. Hal ini disampaikan Brian pada pertemuan Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia (CWSM UI) dengan KSP.
"Jika hal ini akan diangkat, sebaiknya tidak usah membuat peraturan baru, tetapi diusulkan masuk dalam bagian PP tentang label iklan pangan," kata Brian dalam keterangan tertulis, Rabu (7/6/2023).
Brian mengatakan sejak tahun 2018, KSP sedang menyusun draf revisi PP tentang label iklan pangan. Namun, proses penyusunan revisi tersebut belum selesai karena harus melibatkan berbagai sektor terkait.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan, PP tentang Label dan Iklan Pangan tidak hanya menyangkut masalah kesehatan, tetapi juga sektor perdagangan yang berada di bawah pengawasan Kementerian Perdagangan. Menurutnya, sejauh ini masalah pelabelan masih sebatas pada pencantuman kandungan gizi dan belum menyentuh pada pencantuman kandungan substansi tertentu pada kemasan suatu produk.
Oleh karena itu, Brian mempersilakan agar isu tentang ketentuan pemberian label yang mencantumkan kandungan BPA dalam kemasan produk makanan dan minuman diusulkan untuk diakomodir dalam revisi PP tentang Label dan Iklan Pangan.
Sementara itu, Kepala CSWM UI Mochamad Chalid menekankan label tentang kandungan BPA dalam kemasan diperlukan untuk keselamatan bangsa. Utamanya terkait dengan masalah kesehatan pada anak dan generasi muda.
"Pelabelan ini merupakan satu hal yang urgent menurut kami, mengingat bahwa di masyarakat kita penggunaan galon sudah sangat luar biasa,dan itu sudah menjadi suatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat kita. Kemudian, yang tidak kalah penting adalah adanya aturan tentang standar umur pakai dan standar untuk penggunaan kemasan. Selain itu, penggunaan bahan PC juga perlu untuk ditinjau ulang," terang Chalid.
Chalid menambahkan, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh pihaknya, penggunaan kemasan air minum, terutama galon berbahan PC yang mengandung BPA tidak hanya dilakukan oleh produsen air minum dalam kemasan (AMDK) bermerek, tetapi juga pengusaha air isi ulang tidak bermerek berbasis usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM).
Dia mengungkapkan penelitian CSWM UI menemukan penggunaan kemasan galon berbahan PC pada AMDK tidak bermerek berbasis UMKM di beberapa daerah di Sumatera Barat, seperti Padang, Batusangkar, Padang Pariaman, dan Payakumbuh. Dalam hal ini, Chalid menggarisbawahi perlunya perlindungan konsumen AMDK hingga ke daerah-daerah, karena konsumsi AMDK sudah menjadi kebutuhan masyarakat secara umum, mengingat ketersediaan air bersih langsung dari sumbernya sudah makin terbatas.
Selain aspek kesehatan, Chalid juga menyoroti pentingnya kajian pada aspek engineering dan ekonomi bagi suatu kemasan plastik. Menurutnya salah satu cara untuk mencegah migrasi substansi berbahaya ke dalam tubuh manusia melalui kemasan adalah dengan mengatur desain, standar umur pakai, serta standar penggunaan suatu bahan kemasan.
Chalid menilai produsen sebaiknya melakukan inovasi untuk mendapatkan galon yang aman dan sehat sebagai kemasan produk AMDK sebagai konsekuensi penyesuaian umur pakai dan jumlah kali dari penggunaan. Di antaranya dengan menggunakan metode post-consumer resin atau PCR, yaitu suatu cara daur ulang kemasan plastik dengan mencacah galon yang telah digunakan menjadi resin plastik.
Selanjutnya, resin itu dicampur dengan resin baru yang belum pernah digunakan dengan komposisi tertentu untuk kemudian dibentuk menjadi kemasan baru.
Sementara itu, dalam kesempatan yang berbeda, Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional Slamet Riyadi mengatakan adanya peraturan yang diberikan oleh negara atau pemerintah dalam hal ini BPOM ataupun Kementerian Perdagangan ataupun pemerintah harus ditaati, Sebab lembaga tersebut yang punya kepentingan dalam mengatur regulasi.
"Ini harusnya ditaati karena semua peraturan ini berkaitan dengan keamanan, kenyamanan dan keselamatan konsumen yang terdapat di dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya dalam pasal empat," terangnya.
Sebagai informasi, pertemuan tersebut juga dihadiri oleh perwakilan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM UI), serta Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
(ncm/ega)