Buntut Panjang Rencana Aturan Tembakau Bakal Setara Narkotik

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 07 Jun 2023 14:10 WIB
Ilustrasi tembakau. Foto: Istock
Jakarta -

Petani Tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dengan tegas menolak adanya selipan pasal-pasal tentang pertembakauan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Pasal tersebut antara lain menyebutkan, rokok atau tembakau disamakan dengan narkoba. Tembakau memberikan nilai positif dan menguntungkan negara sementara narkoba membahayakan kesehatan sekaligus merugikan negara.

Ketua APTI Jawa Barat Suryana menegaskan, pihaknya tidak menolak RUU Omibuslaw Kesehatan. Namun yang ditolak adalah pasal 154 yang salah satunya adalah menyebutkan tembakau ataupun rokok mengandung zat adiktif yang berbahaya sehingga rokok disamakan dengan tembakau.

"Kami dengan tegas menolak pasal yang menyamakan Narkoba sama dengan rokok atau tembakau. Kami meminta itu segera dicabut. Tapi Undang undang kesehatannya kami terima," ucapnya dalam keterangan, Rabu (7/6/2023).

Lebih lanjut Suryana menegaskan, kalau pasal 154 tetap dimasukan dalam RUU Kesehatan tersebut, keberlangsungan industri tembakau dapat terancam dan akhirnya akan berdampak pada para petani tembakau.

"Kami meminta pemerintah tidak bersikap munafik. Uang pajak dari industri hasil tembakau yang berjumlah ratusan triliun diambil digunakan untuk pembangunan. Tapi industri rokok dan tembakaunya justru dimatikan, bahkan disamakan dengan narkoba. Itu tidak benar. Itu bukan hanya merugikan rakyat Indonesia khususnya petani tembakau dan pekerja industri rokok tapi juga pemerintah. Karena itu, kami meminta pasal 154 dicabut. Jika tidak dicabut, hal ini akan memunculkan kemarahan dari petani dan pekerja industri tembakau di seluruh Indonesia," tegas Suryana.

Sementara itu Fraksi Partai Golkar DPR RI Firman Subagyo menilai narkoba dan rokok tidak bisa disamaratakan. Sebab narkoba tidak memiliki nilai ekonomi dan jelas merugikan pemakai dan negara. Sedangkan tembakau dan industri rokok, ada nilai ekonomi dan nilai sosialnya.

"Beda jauh sekali. Inikan ada industri tembakaunya dan inikan jelas bahwa yang namanya tembakau itu ada dampak positifnya untuk negara, ada menyumbang devisa negara, dan menyumbang kepentingan negara," ucapnya.

Lebih lanjut Firman Subagyo mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah membuat kebijakan dengan mengambil keputusan atas gugatan judicial review bahwa tanaman tembakau itu adalah tanaman halal bukan tanaman haram. Bahkan, ketika ada anggota masyarakat yang menggugat industri rokok agar tidak boleh memasang iklan, gugatan itu dibatalkan MK alias ditolak.

"Semua produk yang resmi ada ijin dan sebagainya itu adalah hak asasi manusia. Jadi, tidak ada satupun yang dilanggar industri rokok maupun tembakau apalagi petani tembakau" papar Firman Subagyo.

Menurut Firman Subagyo, seharusnya pemerintah berkeberatan dengan adanya sisipan pasal yang menyamakan rokok atau tembakau dengan narkoba di RUU Kesehatan. Hal ini karena negara sudah memungut cukai dari rokok yang jumlahnya hampir mencapai Rp 220 triliun, ditambah pajak-pajak lain dari industri rokok. Firman menyayangkan, Kementerian Kesehatan justru mendukung adanya pasal tersebut.

"Kalau rokok atau tembakau mau disamakan dengan narkoba pertanyaan saya adalah, kapan narkoba dipakai orang Indonesia? dan kapan orang Indonesia merokok? Kalau dianggap rokok itu mematikan karena asapnya, apakah asap industri tidak lebih bahaya? Apakah asap mobil tidak berbahaya daripada rokok? Bis-bis yang lewat sekali ngepul sudah seperti rumah kebakaran. Kenapa itu tidak? Ini kan ada kepentingan - kepentingan dagang," tanya Firman Subagyo.




(acd/das)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork