Media sosial dalam beberapa waktu terakhir diramaikan dengan sejumlah konten kenikmatan bekerja di luar negeri. Konten yang menunjukkan sejumlah benefit bekerja di luar negeri tersebut direspons positif oleh warganet.
Sejumlah hal yang menjadi rayuan bekerja di luar negeri seperti kualifikasi yang lebih sederhana, upah yang lebih tinggi dibanding di Indonesia, hingga budaya bekerja yang lebih sehat jadi perhatian warganet. Alasan pada umumnya biasanya demi mendapatkan pekerjaan dengan upah layak karena gagal terserap di pasar tenaga kerja Indonesia.
Di lain sisi, bekerja di luar negeri juga menjadi pertaruhan yang tak kalah besar risikonya. Menjadi pekerja migran Indonesia bagaikan dua sisi mata uang. Jika salah melangkah di negeri orang, bisa saja rencana berantakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum lagi banyaknya orang yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus tawaran bekerja di luar negeri. Apa mitigasi yang bisa kita andalkan untuk menghindari risiko ini?
Lalu dengan semakin ramainya 'rayuan' bekerja di luar negeri, apa saja yang bisa kita persiapkan agar bisa bersaing dengan tenaga kerja luar negeri lainnya?
Semua akan dibahas tuntas di d'Mentor hari ini jam 7 malam. Menghadirkan Profesor Rhenald Kasali serta Audi Melsom dan Anindita Maya Julungwangi; dua diaspora Indonesia di Australia dan Jepang, yang akan mengulas pengalaman mereka. Jangan lewatkan!
(eds/eds)