Stafsus Kedeputian 2 KSP Terkejut Namanya Dicatut terkait Isu BPA

Stafsus Kedeputian 2 KSP Terkejut Namanya Dicatut terkait Isu BPA

Yudistira Perdana Imandiar - detikFinance
Jumat, 09 Jun 2023 13:37 WIB
Ilustrasi kandungan BPA dalam botol minum plastik.
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Staf Khusus Kedeputian 2 Kantor Staf Presiden (Stafsus Kedeputian 2 KSP) Brian Sriprahastuti membantah telah mengusulkan pelabelan informasi kandungan BPA pada kemasan berbahan polikarbonat (PC) dimasukkan ke dalam revisi peraturan pemerintah (PP) tentang Label dan Iklan Pangan. Dia mengatakan tidak pernah mengeluarkan keterangan tertulis mengenai pelabelan BPA ini.

"Soal pelabelan BPA yang mana. Keterangan tertulis yang mana? Saya tidak pernah mengeluarkan keterangan tertulis mengenai pelabelan BPA," kata Brian dalam keterangannya, Jumat (9/6/2023).

Brian diberitakan mengusulkan pelabelan informasi kandungan BPA pada kemasan berbahan polikarbonat (PC) dimasukkan ke dalam revisi peraturan pemerintah (PP) tentang Label dan Iklan Pangan. Hal ini disebutkan disampaikan Brian pada pertemuan Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia (CSWM UI) dengan KSP. Dia menegaskan pada Rabu (7/6) dirinya sedang melakukan kegiatan verifikasi lapangan (verlap) di Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Posisi saya tanggal 7 Juni sedang verlap di Tebing Tinggi Sumut. Jadi, tidak mungkin saya mengeluarkan pernyataan seperti itu dalam keterangan tertulis. Saya tegaskan, saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan tertulis terkait hal itu," tegas Brian.

Penggunaan kutipan dalam pemberitaan terkait BPA ini juga pernah dialami Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Tulus saat itu kaget melihat pemberitaan yang mencatut namanya terkait isu Bisfenol A (BPA). Dia disebut telah mengeluarkan pernyataan resmi pada 20 Desember 2022 yang mengatakan sangat tidak masuk akal klaim di sosial media yang membandingkan konsumsi rutin minum air 8 gelas sehari dari galon bekas pakai dengan makan makanan kaleng yang justru lebih jarang dilakukan.

ADVERTISEMENT

Dalam pemberitaan itu, Tulus juga disebut mengatakan kedua kemasan tersebut mengandung senyawa berbahaya BPA, tetapi minum dari galon bekas pakai justru jauh lebih berbahaya karena frekuensinya rutin setiap hari dan terakumulasi dalam tubuh manusia selama bertahun-tahun.

Tulus pun mengklarifikasi dirinya tidak pernah melakukan wawancara dengan media terkait isu BPA yang membanding-bandingkan antara kemasan galon dan makanan kaleng.

"Saya tegaskan bahwa rilis tersebut adalah palsu, karena pada hari itu saya sama sekali tidak membuat rilis dengan tema dimaksud. Dan tidak ada rilis apapun yang saya buat pada hari itu," ucap Tulus kala itu.

Sementara itu, pengamat hukum persaingan usaha Prof Ningrum Sirait mengatakan pemerintah perlu berhati hati dalam membuat sebuah regulasi agar tidak merugikan masyarakat, termasuk rencana pelabelan BPA pada galon yang tidak ada urgensinya.




(ncm/ega)

Hide Ads