Maskapai penerbangan asal Australia, Qantas akan kembali menawarkan penerbangan ultra panjang nonstop. Perusahaan juga tengah mempelajari efisiensi waktu penerbangan.
Kondisi ini menjadi salah satu tanda yang menunjukkan kebangkitan industri setelah sempat hancur akibat pandemi COVID-19. Maskapai ini seolah bertaruh, perjalanan internasional akan terus meningkat.
Qantas sedang mempelajari penerbangan nonstop dari Sydney ke New York dan London yang bisa memakan waktu sekitar 20 jam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anda tidak perlu melepas tas Anda, Anda tidak perlu transit, Anda tidak memiliki kesempatan untuk salah transit (penerbangan)," kata CEO Qantas Alan Joyce dikutip dari CNBC, Jumat (16/6/2023).
Baca juga: 7 Alasan Pesawat Lion Air Sering Delay |
Maskapai juga memperkirakan, rute baru dapat mengurangi waktu tempuh lebih dari tiga jam dibandingkan dengan penerbangan transit di bandara lain. Qantas berencana mengoperasikan pesawat Airbus A350-1000 jarak jauh nonstop baru mulai paling cepat akhir 2025. Maskapai ini telah memesan 12 pesawat khusus.
"Qantas adalah satu-satunya maskapai yang ingin melakukan ini. Karena dari Australia, kami sangat jauh dari mana-mana sehingga kami dapat membenarkan setidaknya 12 pesawat ini," kata Joyce.
Pesawat ini berkapasitas 238 penumpang, jauh lebih sedikit daripada versi standar pesawat yang mampu menampung lebih dari 350 penumpang. Pembatasan jumlah orang di dalam pesawat agar muat dengan tempat duduk yang lebih luas dan untuk memperhitungkan bobot dan jangkauan pesawat.
Pesawat akan dilengkapi dengan enam penutup, first-class suites yang mencakup meja untuk dua orang, kursi malas, televisi layar sentuh 32 inch, dan flatbed 2 meter (lebih dari 6,5 kaki). Tidak hanya itu, pesawat juga akan memiliki 52 business-class suites dengan tempat tidur datar, dan 40 kursi ekonomi premium, serta 140 kursi di kelas ekonomi.
Mereka juga akan menyediakan sebuah area yang disebut sebagai 'Zona Kesejahteraan' atau sarana olah raga yang memiliki pegangan untuk peregangan, panduan latihan di layar, dan penyegaran. Di sana juga tersedia WiFi gratis. Di sisi lain, meskipun penerbangan jarak jauh secara teknis dimungkinkan berkat mesin dan pesawat yang lebih efisien, mereka menghadapi tantangan lain.
"Ada kelayakan teknis, dan kemudian ada kelayakan ekonomi," kata analis industri penerbangan dan mantan eksekutif maskapai penerbangan, Robert Mann.
Baca juga: Banyak Pesawat Delay, Kemenhub Buka Suara |
Singapore Airlines misalnya, meluncurkan penerbangan nonstop dari Newark, New Jersey ke Singapura yang memakan waktu sekitar 18 jam pada 2004. Mereka bertaruh pada perjalanan bisnis dan pelanggan antara dua tujuan akan membayar untuk menghindari koneksi di bandara lain.
Kemudian pada 2008, penerbangan ini menawarkan kabin yang dikonfigurasi ulang yang hanya menampilkan 100 kursi kelas bisnis, tapi penerbangan dihentikan pada 2013 karena operator menyingkirkan pesawat empat mesin yang boros bahan bakar.
Lalu pada 2018, penerbangan nonstop tersebut diluncurkan kembali dengan campuran kursi kelas bisnis dan ekonomi premium, berhenti lagi pada saat pandemi, dan diluncurkan kembali tahun lalu.
Kemudian pada November 2020, maskapai ini memperkenalkan penerbangan terpanjang di dunia saat ini, dari Bandara Internasional John F. Kennedy New York ke Singapura.
(ara/ara)