Banyak Sekolah di Jepang Berubah Jadi Hostel hingga Pabrik Sake

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 26 Jun 2023 15:38 WIB
Foto: Getty Images/urbancow
Jakarta -

Angka kelahiran di Jepang terus mengalami penurunan. Akibatnya banyak sekolah kekurangan murid baru setiap tahunnya. Bahkan sebanyak 450 sekolah negeri rata-rata ditutup setiap tahun.

Melansir dari BBC Indonesia, Senin (26/6/2023), Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi Jepang (MEXT), setidaknya sudah ada 8.580 lembaga shogakko dan chugakko (setara SD dan SMP) berhenti beroperasi sejak 2002 hingga 2021.

Dari jumlah tersebut, 74% atau sekitar 6.350 fasilitas sekolah masih dipelihara dengan baik. Selebihnya sekolah-sekolah ini dibiarkan terbengkalai karena kurangnya permintaan atau fasilitas yang memburuk.

Namun tidak semua fasilitas sekolah yang masih dipelihara ini berfungsi sebagaimana mestinya. Sebab sekitar 5.500 fasilitas bekas sekolah ini dimanfaatkan sebagai pusat komunitas atau beralih fungsi menjadi hostel, galeri seni, akuarium, hingga pabrik sake.

Hal ini tentu membuat sebagian orang Jepang khawatir, terlebih bagi mereka yang menganggap peran sekolah tidak hanya sebatas tempat untuk belajar. Sebab, banyak fasilitas sekolah di Jepang yang dimanfaatkan masyarakat setempat di luar proses belajar mengajar.

"Sekolah-sekolah ini adalah pusat dari aktivitas masyarakat," kata seorang profesor di Fakultas Sosiologi Terapan Universitas Kindai, Takahiro Hisa.

"Di Jepang, taman bermain dan gimnasium sekolah dasar sering dibuka saat libur sekolah, masa liburan, dan malam hari untuk mengakomodasi beragam kegiatan masyarakat," tambahnya.

Selain itu, ketika ada bencana alam seperti gempa bumi dan angin topan, fasilitas sekolah-sekolah ini sering dijadikan sebagai tempat pengungsian warga sekitar. Karenanya lingkungan sekolah dianggap sangat penting bagi masyarakat Jepang.

Terlebih lagi, meskipun setengah dari sekolah negeri di Jepang telah berusia lebih dari 30 tahun, membangun gedung dengan fasilitas serupa bekas sekolah ini dari nol akan memakan waktu dan biaya yang besar. Setidaknya diperlukan 1,3 miliar yen atau sekitar Rp 137 miliar.

Karenanya, menurut Takahiro sangat tidak masuk akal bagi pemerintah Jepang ataupun swasta untuk membiarkan fasilitas-fasilitas sekolah yang sudah tutup ini dibiarkan terbengkalai.

"Mengubah pemanfaatan sekolah, yang merupakan tempat penuh kenangan, dan menciptakan ruang-ruang komunitas di mana orang-orang bisa berkumpul adalah sebuah inisiatif yang berdampak signifikan," katanya.

Adapun cara yang digunakan untuk memanfaatkan kembali fasilitas sekolah yang sudah tutup itu bervariasi di setiap daerah. Di Kota Shinshiro di Prefektur Aichi misalnya, kafetaria SD Sugamori diubah pada tahun 2014 menjadi restoran yang menyajikan hidangan berbahan dasar lokal.

Sedangkan di Desa Nippaku di utara Hokkaido, sebuah sekolah yang telah berusia satu abad pada 2008 lalu, kini telah ditutup dan berubah menjadi Museum Taiyo no Mori. Ada juga di wilayah Kikuchi-Kummatomo, SD Suigen yang berusia 137 tahun telah berubah menjadi pabrik pembuatan sake Bishones.




(fdl/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork