Perkumpulan Ekonom Untuk Indonesia (EUI) menyoroti kebutuhan bahan pangan Indonesia yang sangat tergantung pada pasar impor. Enam dari dari sembilan barang kebutuhan pokok disebut harus dicukupi dari negara lain seperti beras, susu, bawang, garam, daging, dan gula.
Negara sesubur Indonesia bahkan mengalami defisit perdagangan buah dan sayur rata-rata Rp 19 triliun per tahun. Tampak kebutuhan buah dan sayur meningkat, sementara kemampuan produksi lokal untuk mencukupinya rendah.
"Buah dan sayuran dan komoditas bahan pangan utama lainnya seperti gandum, kedelai, jagung sangat bergantung pada impor," tulis hasil research tersebut dikutip Minggu (9/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eks Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyoroti panjang dan rumitnya tata niaga pangan di Indonesia, termasuk banyaknya perantara antara petani dan pedagang besar/ritel. Akibatnya pendapatan petani tetap rendah dan harga di pembeli tinggi sehingga menyumbang inflasi.
"Indikasinya ada (kartel atau rente di sistem pasokan) dan skala kecil, tapi yang pasti mereka bisa mengambil margin besar yang menggerus income petani dan meningkatkan harga di konsumen akhir," ujar Bambang.
Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ukay Karyadi mengatakan konflik kepentingan memang kerap terjadi ketika pelaku usaha pangan modern (korporasi) dan tradisional (rakyat) berada dalam satu lapangan.
"Terlebih lagi yang korporasi bisnisnya terintegrasi secara vertikal dari hulu ke hilir, sehingga mereka memiliki market power yang besar karena bisa 'mengendalikan' pasar, dari pasar input hingga pasar produk turunannya," jelas Ukay.
Ekonom Dradjat Wibowo menilai politik Indonesia kurang berpihak pada produksi pertanian sejak Presiden Soeharto lengser. Indonesia juga dinilai kurang investasi dan inovasi pada teknologi pertanian.
"Setelah Bulog dilemahkan melalui LOI dengan IMF, kita tidak segera membangun sistem stok pangan nasional yang memadai, dengan jumlah gudang yang cukup dan tersebar di seluruh Indonesia, serta berteknologi penyimpanan terbaik. Kelemahan stok nasional ini membuat kita sering kesulitan melakukan stabilisasi harga," bebernya.
Sementara itu, Stafsus Presiden bidang ekonomi Arif Budimanta menyebut saat ini pemerintah terus melakukan pembenahan di sektor produksi pertanian melalui berbagai hal. Di antaranya penyediaan dan insentif untuk benih, pupuk, alat dan mesin pertanian, penyediaan air dan pemeliharaan irigasi, hingga skema pembiayaan untuk pertanian melalui kredit usaha rakyat (KUR).
Menurutnya, diperlukan juga sinergi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah terutama di daerah lumbung-lumbung pertanian/pangan untuk menjadikannya sektor prioritas dalam penyediaan anggaran maupun kebijakan.
"Konsistensi dalam menjaga Tata Ruang dan Lahan Pertanian/Sawah berkelanjutan juga menjadi kunci agar tidak terjadi perubahan penggunaan lahan ke sektor yang lain," pungkasnya.
(aid/rir)