The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengungkap canggihnya teknologi kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI) akan berdampak pada pekerja di berbagai negara, baik negara maju dan berkembang.
"Bagaimana AI pada akhirnya akan berdampak pada pekerja di tempat kerja dan apakah manfaatnya akan lebih besar daripada risikonya, akan bergantung pada tindakan kebijakan yang kami ambil," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dalam konferensi pers, dikutip dari Reuters, Rabu (12/7/2023).
"Pemerintah harus membantu para pekerja untuk bersiap menghadapi perubahan dan memanfaatkan peluang yang akan dihasilkan oleh AI," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Organisasi itu mencatat sebesar 27% tenaga kerja di negara-negara berisiko kehilangan pekerjaan karena AI. Misalnya seperti pekerja di OECD diprediksi pekerja yang paling banyak terdampak di Eropa Timur.
OECD sendiri beranggotakan 38 orang, yang bekerja sebagian besar negara kaya tetapi juga beberapa ada di negara berkembang seperti Meksiko dan Estonia.
Organisasi itu juga mencatat dari survei, 25 keterampilan kerja akan tergerus akibat AI dari 100 keterampilan kemampuan kerja. Selain itu, tiga dari lima pekerja khawatir mereka akan kehilangan pekerjaan karena AI selama 10 tahun ke depan.
Survei tersebut mencakup 5.300 pekerja di 2.000 perusahaan yang mencakup manufaktur dan keuangan di tujuh negara OECD.
(ada/das)