Sumber ekonominya yang sangat bergantung pada perdagangan dan industri dunia membuat negara ini sangat tergantung pada kondisi eksternal. Sumber daya yang minim dari dalam negeri membuat Singapura sulit berharap banyak.
Di tengah kondisi dunia yang masih belum pulih sepenuhnya dari pandemi, Singapura saat ini juga masih merasakan dampak dari dinamika yang terjadi di negara-negara besar seperti China, Amerika Serikat, dan Eropa. Kinerja ekspor yang melemah lantaran masih minimnya permintaan dari China adalah satu di antara ketidakpastian ekonomi Singapura saat ini.
Hal tersebut diakui oleh Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Keuangan Singapura, Lawrence Wong saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu di kantornya.
"Jadi apapun yang terjadi di dunia, jika ekonomi di dunia berjalan dengan baik, kami akan mengalami kenaikan. Tetapi jika ekonomi global tidak berjalan dengan baik, kita pasti akan mengalami perlambatan. Inilah karma kami; kami menerimanya; dan tidak banyak yang bisa kami lakukan terkait pasang surut ini." kata dia saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan Singapura beberapa waktu lalu.
Lawrence Wong menyatakan, saat ini pihaknya fokus untuk menekan tingkat pengangguran warga Singapura dan menahan inflasi untuk tidak naik lebih tinggi lagi. Inflasi dan biaya hidup yang semakin tinggi menjadi momok yang menakutkan buat warga Singapura saat ini.
"Itu selalu menjadi fokus kami, dan itulah yang kami lakukan juga dalam tiga tahun terakhir COVID-19. Kami mencoba menekan pengangguran, menyelamatkan pekerjaan, meminimalkan kehilangan pekerjaan. Kami membantu perusahaan utama kami mempertahankan kemampuan mereka," jelas Lawrence.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan Singapura, hingga kuartal I-2023, tingkat pengangguran Singapura secara keseluruhan tercatat ada di angka 1,8%. Angka ini tergolong rendah di tengah meningkatnya jumlah lapangan kerja tersedia di Singapura hingga kuartal I-2023.
Inflasi dan Biaya Hidup Tinggi
Predikat Singapura sebagai kota dengan biaya hidup termahal di dunia memang belum terelakkan. Hasil survei Economist Intelligence Unit (EIU), yang dirilis akhir tahun lalu menunjukkan bahwa kombinasi pendapatan tinggi dan nilai tukar yang kuat membuat pusat keuangan dunia tersebut terus betah nongkrong di daftar teratas. Singapura bahkan telah menyandang predikat ini dalam satu dekade terakhir.
Dibandingkan dengan mata uang lain, dolar Singapura memang terdepresiasi relatif lebih sedikit. Hal ini pula yang menyebabkan kota ini tetap menjadi salah satu yang termahal.
Sementara untuk inflasi yang menyebabkan biaya hidup melonjak, banyak disebabkan karena kondisi eksternal seperti perang Rusia-Ukraina, pembatasan pandemi Covid-19, hingga perlambatan ekonomi di China dan Eropa.
Menteri Sosial dan Pembangunan Keluarga Singapura, Masagos Zulkifli menjelaskan, inflasi untuk harga makanan masih dapat diredam mengingat kurs Singapura yang kuat dan stabil. Perlu diketahui, sebagian besar sumber makanan warga Singapura berasal dari impor.
"Kalau kursnya kuat, harga impor itu bisa distabilkan. Jadi setiap kali kursnya itu kurang, dia akan menggunakan reserve untuk market operation untuk menguatkannya. Hasilnya cost makanan tidak melonjak begitu besar. Itulah cara kita mengendalikan inflasi makanan, karena itu yang paling penting sekali." kata Masagos.
Namun dia mengakui pelemahan ekonomi global mau tidak mau memberi penyesuaian kepada ekonomi warga Singapura. "Dampaknya itu seperti, kalau dulu bisa beli mobil sekarang tidak bisa. Tapi transportasi umum kan banyak. Jadi masalahnya menyesuaikan. Atau kalau dulu misalnya makan di luar tiap hari, sekarang mungkin seminggu sekali lah." kata Masagos.
Fundamental Kuat
Meski sempat diterpa ancaman resesi kembali, pemerintah Singapura meyakini ekonomi tahun ini masih akan tetap tumbuh positif. Menteri Keuangan Singapura, Lawrence Wong meyakini ekonomi Singapura tidak akan kembali terkontraksi hingga akhir tahun meski pertumbuhannya masih sangat rendah.
"Penilaian kami, ekonomi kami akan tetap tumbuh. Penilaian kami, untuk saat ini tidak akan ada pertumbuhan negatif lagi tahun ini untuk Singapura. Kita sudah lebih dari setengah tahun, dan untuk sepanjang tahun kami rasa masih akan ada pertumbuhan positif lagi." ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Koordinator bidang Keamanan Nasional Singapura, Teo Chee Hean. Dia bilang pihaknya memiliki fondasi yang cukup kuat untuk menahan gempuran dari eksternal sejauh ini. Investasi pada sumber daya manusia, hingga riset dan teknologi memberikan rasa aman yang cukup menjaga kondisi dalam negeri.
"Fundamental kita masih kuat. Kami berinvestasi pada hal-hal yang tepat untuk jangka panjang, dengan melatih dan mempersiapkan orang-orang kita untuk pekerjaan di masa depan." ungkapnya. (eds/ara)