Ekspor Pasir Laut RI Mau Dibuka Lagi, Singapura Happy?

Laporan dari Singapura

Ekspor Pasir Laut RI Mau Dibuka Lagi, Singapura Happy?

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Sabtu, 15 Jul 2023 15:36 WIB
Hamparan pasir di Pantai Oetune jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Pantai itu pun cocok dijadikan tempat berselancar karena ombaknya yang tinggi.
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna
Singapura -

Pemerintah Indonesia berencana membuka kembali keran ekspor pasir laut yang selama dua dekade terakhir ditutup. Hal ini ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Penutupan ekspor pasir laut sendiri sempat membuat hubungan Indonesia dan negara tetangganya, Singapura renggang. Kebijakan Indonesia menutup keran ekspor pasir laut sejak 2003 silam menghambat usaha Singapura memperluas lahan yang selama ini dilakukan dengan cara mengimpor pasir.

Indonesia sendiri menjadi salah satu negara utama importir pasir laut ke Singapura. Data penjualan ekspor pasir laut Indonesia dari trademap.org mencatat, volume ekspor komoditas HS 2505.90.000 pada 2003 menyentuh angka 3,8 juta ton dengan nilai transaksi US$ 9,6 juta. Mayoritas pengiriman pasir laut ditujukan ke Singapura dengan besaran mencapai 3,6 juta ton atau senilai US$ 8,8 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

HS 2505.90.000 sendiri mengacu kepada komoditas berupa pasir alam dari segala jenis, diwarnai maupun tidak, tidak termasuk pasir silika, pasir kuarsa, pasir mengandung emas dan platinum, zirkon, pasir rutil dan ilmenit, pasir monasit, dan pasir ter atau aspal.

Meski saat ini ekspor pasir laut Indonesia belum ada yang terlaksana kembali, namun PP Nomor 26 Tahun 2023 telah membuka kembali peluang tersebut. Bagaimana respons pemerintah Singapura akan kebijakan ini?

ADVERTISEMENT

Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Keuangan Singapura, Lawrence Wong menyatakan bahwa praktik impor pasir dilakukan oleh swasta. Dia menegaskan, pemerintah dalam hal ini akan mengawal apakah praktik impor yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan yang dimiliki oleh negara asal.

"Setiap importir harus mematuhi undang-undang dan peraturan negara asal. Itu bukan terserah kami sebagai negara, jadi Indonesia yang memutuskan." katanya saat ditemui di kantornya di Singapura, beberapa waktu lalu.

"Selama ada yang berkepentingan secara komersial, murni komersial, tidak dilakukan di tingkat pemerintah, maka kami akan memastikan bahwa importir mematuhi hukum dan peraturan negara mereka. Itu adalah posisi kami yang konsisten dan sudah berlangsung lama." jelas Lawrence.

Deputy Prime Minister & Minister of Finance, Lawrence WongDeputy Prime Minister & Minister of Finance, Lawrence Wong Foto: Eduardo Simorangkir

Hal ini dipertegas oleh Menteri kedua Luar Negeri Singapura, Maliki Osman. Dalam kesempatan berbeda, Maliki mengatakan bahwa apapun yang berhubungan dengan impor pasir laut adalah operasi swasta. Namun pemerintah akan menindak tegas jika ada peraturan yang dilanggar oleh pihak swasta tersebut berkaitan dengan hukum negara sumber pasir tersebut.

"Sektor swasta kami tidak hanya berurusan dengan Indonesia, tetapi juga banyak negara lain dalam berbagai aspek. Tetapi kunci untuk operasi sektor swasta adalah, kami memberi tahu sektor swasta kami untuk memastikan apa pun yang dilakukan berada dalam hukum negara tempat Anda beroperasi, dan dalam hukum internasional." kata Maliki.

Maliki mengingatkan agar seluruh sektor swasta bisa mematuhi aturan yang berlaku, dan Singapura tidak akan segan mengingatkan hal ini kepada seluruh perusahaan yang ada di Singapura.

"Kami tidak akan memaafkan sektor swasta mana pun yang beroperasi dengan melanggar, atau bahkan tidak mematuhi hukum negara tuan rumah tempat mereka beroperasi, atau hukum internasional dalam hal ini. Itu prinsip panduan yang kami jalankan." jelasnya.

Hamparan pasir di Pantai Oetune jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Pantai itu pun cocok dijadikan tempat berselancar karena ombaknya yang tinggi.Ilustrasi pasir laut Indonesia Foto: Hamparan pasir di Pantai Oetune. Foto: Grandyos Zafna

Mengutip SG101, pasir menjadi material yang sangat penting untuk memperluas ruang lahan yang terbatas di Singapura. Dalam proyek reklamasi awalnya, Singapura memang memperoleh pasir secara lokal. Skema Reklamasi Pantai Timur misalnya, menggunakan tanah dari perbukitan yang diratakan di daerah Siglap dan Tampines untuk memperluas lahan di Bedok.

Namun begitu sumber lokal habis, Singapura beralih mengimpor pasir dari luar negeri. Menurut laporan Program Lingkungan Keberlanjutan Pasir Perserikatan Bangsa-Bangsa 2019, Singapura telah menjadi importir pasir terbesar di dunia selama 20 tahun terakhir, membawa sekitar 517 juta ton pasir dari negara-negara tetangga.

Namun, ada kesulitan mendapatkan pasir dari luar negeri. Negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia telah melarang ekspor pasir ke Singapura selama bertahun-tahun, dengan alasan masalah lingkungan. Ketika Indonesia mengumumkan larangan tersebut pada tahun 2007, terjadi krisis pasokan di Singapura, karena 90% pasir negara tersebut berasal dari Indonesia.

(eds/ara)

Hide Ads