Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengeluarkan aturan mewajibkan devisa hasil ekspor (DHE) ditempatkan ke dalam sistem keuangan Indonesia paling sedikit 30%. Aturan yang mulai berlaku 1 Agustus itu diperuntukkan pada barang ekspor di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Aturan itu pun dinilai akan merugikan pengusaha perikanan yang orientasinya ekspor atau eksportir. Dikhawatirkan industri perikanan akan tumbang, baik pelaku usaha ikan, udang, kepiting, rumput laut dan lain lainnya.
"Jika peraturan ini diberlakukan maka cepat atau lambat industri perikanan tidak akan bisa bertahan lagi. Penahanan 30% hasil devisa selama 3 bulan untuk kepentingan stabilitas cadangan devisa sepertinya salah sasaran," kata Politisi Partai Gerindra Agnes Marcellina Tjhin dalam keterangannya, dikutip Selasa (18/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu juga menilai pelaku usaha atau eksportir disebut merasa keberatan jika harus hasil ekspor barangnya harus ditahan 30% di negara. Menurutnya, margin dari pelaku usaha perikanan disebut hanya sedikit.
"Tentu saja modal usaha 30% yang ditahan akan sangat memberatkan pengusaha sebab margin dari usaha perikanan hanya sekitar 2-10% tergantung dari produk perikanan itu sendiri. Hampir tidak ada yang melebihi dari 30%," terangnya.
Sementara mayoritas dari bisnis perikanan mendapatkan suntikan modal dari bank atau bahkan dana talangan dari pembeli. Oleh karena itu penerapan PP 36 Tahun 2023 disebut akan sangat membahayakan
"Dan akan terjadi kemunduran bidang perikanan yang saat ini proformanya tidak seiring dan sejalan dengan harapan rakyat termasuk juga harapan dari Presiden Jokowi," katanya.
Agnes mengatakan dunia usaha berharap ada revisi terhadap PP nomor 36/2023 tersebut. Tujuannya agar tidak berdampak buruk pada perekonomian pelaku usaha. "Jangan sampai jika semuanya bangkrut maka akan lebih sulit untuk membangunnya kembali," terang dia.
Menanggapi ramainya kritikan akan aturan PP Nomor 36 2023, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) buka suara.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP, Budi Sulistyo menerangkan PP 36/2023 merupakan perubahan dari PP 1/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau dan Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA).
"Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan pengaturan yang komprehensif untuk mengakomodir perkembangan terkini di bidang perekonomian dan sistem keuangan Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis.
Budi menjelaskan ketentuan terkait menempatkan devisa berupa DHE SDA sebesar paling sedikit 30% ke dalam sistem keuangan Indonesia selama jangka waktu 3 bulan berlaku bagi eksportir dengan nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor (PPE) paling sedikit US$ 250.000 atau ekuivalennya. Artinya untuk eksportir atau untuk pengusaha besar saja.
"Hal tersebut berarti bahwa aturan ini dikenakan kepada perusahaan/eksportir besar," jelasnya.
Baca juga: KKP Tutup Proyek Reklamasi Ilegal di Batam |
"Eksportir yang tidak melaksanakan ketentuan terkait penempatan DHE SDA di atas, diberikan sanksi administratif berupa penangguhan atas pelayanan Ekspor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan," terangnya.
Tidak serta merta mewajibkan devisa ekspor perikanan disimpan di simpanan negara, pemerintah juga memberikan insentif atas DHE SDA yang ditempatkan eksportir.
Budi menyebutkan, insentif itu di antaranya, fasilitas perpajakan atas penghasilan, eksportir bereputasi baik, dan insentif lain yang ditetapkan oleh K/L dan/atau sektor terkait.
Selain itu, Budi menuturkan dalam aturan itu tertulis bahwa pelaku usaha mendapatkan peluang agar bisa menggunakan untuk berbagai pembayaran. Mulai dari bea keluar dan pungutan lain di bidang ekspor, pinjaman, impor, keuntungan atau deviden dan keperluan lain dari penanaman modal.
Budi mengatakan ketentuan PP 36/2023 tidak berlaku pada ekspor yang dilakukan tidak dalam rangka untuk kegiatan usaha sebagaimana tercantum dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan, yang tidak terdapat lalu lintas Devisa. Kemudian juga tidak berlaku pada imbal dagang berupa barter sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang DHE Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Aturan yang terbit sejak 12 Juli lalu, akan berlaku mulai 1 Agustus 2023.
"Untuk menjaga kesinambungan pembangunan serta peningkatan dan ketahanan ekonomi nasional, serta meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," bunyi pertimbangan aturan tersebut, dikutip Jumat (14/7/2023).
(ada/das)