Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian menggelar bimbingan teknis (bimtek) teknologi hemat air pada lahan berpasir sekaligus live streaming 'Literacy Teknologi Penanganan Dampak Perubahan Iklim pada Lahan Berpasir' di Bantul, DIY. Acara tersebut digelar secara offlina dan online dengan partisipan di zoom meeting mencapai 1.000 orang.
Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan, Prihasto Setyanto atau yang akrab disapa Anton ini menerangkan ada tiga strategi kebijakan pembangunan hortikultura terkait perubahan iklim, yaitu antisipasi, mitigasi, dan adaptasi.
"Kita telah memiliki langkah-langkah preventif dalam menghadapi ancaman dampak perubahan iklim, dan alhamdulillah, hari-hari besar keagamaan telah berlalu dan tidak ada gejolak. Itu artinya kita mampu menjaga produksi dan stabilitas harga sehingga petani tersenyum dan konsumen juga bahagia", terang Anton dalam keterangan tertulis, Selasa (18/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Strategi mengatasi dampak perubahan iklim yang dicanangkan pemerintah meliputi kajian perubahan iklim untuk meminimalisir dampak negatif, upaya mitigasi untuk mengurangi risiko peningkatan emisi gas rumah kaca, serta upaya adaptasi melalui penyesuaian sistem alam dan sosial.
Ia yang juga pakar lingkungan dan agroklimat itu mengungkapkan pengumpulan data dan informasi iklim dari UPTD BPTPH se-Indonesia merupakan langkah konkret dalam penanganan dampak perubahan iklim. Upaya tersebut melibatkan BMKG dalam hal prakiraan cuaca untuk empat bulan ke depan, antisipasi ketersediaan air hujan, serta menyusun early warning system (EWS) manajemen pola tanam ke dinas pertanian se-Indonesia.
Ia menambahkan koordinasi dengan perguruan tinggi dan instansi terkait informasi daerah rawan kekeringan dan kebanjiran juga perlu dilaksanakan.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Hortikultura, Kementan, Jekvy Hendra menyampaikan kebijakan pusat adalah untuk mengamankan produk hortikultura melalui strategi adaptasi dan mitigasi ke lokasi kampung hortikultura yang rawan terkena dampak perubahan iklim seperti kekeringan dan kebanjiran.
"Komponen-komponen kegiatan Fasilitasi Dampak Perubahan iklim pada tahun 2023 seluas 325 hektare ini berupa fasilitasi pompa, teknologi hemat air (irigasi tetes/sprinkler/kabut), teknologi panen air (embung, sumur dangkal, sumur dalam), pipanisasi dan penampungan air sementara ini diharapkan bisa meningkatkan pengamanan produksi hortikultura," ucap Jekvy.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY Sugeng Purwanto menuturkan penerapan teknologi hemat air berupa irigasi kabut, irigasi sprinkler serta sumur dangkal sangat efektif pada komoditas bawang merah di lahan berpasir. Hal tersebut penting mengingat aktivitas pertanian bergantung pada ketersediaan air sepanjang musim tanam.
"Petani dapat menerapkan teknologi irigasi tetes dan irigasi kabut untuk antisipasi musim kemarau," ungkapnya.
Klik halaman selanjutnya >>
Simak Video "Klaim Tak Tahu Istri-Anak SYL soal Sumber Dana Umrah-Skincare dari Kementan"
[Gambas:Video 20detik]