RI Disebut Negara Gagal Sistemik, Ini Respons Kemenkeu

RI Disebut Negara Gagal Sistemik, Ini Respons Kemenkeu

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 19 Jul 2023 15:00 WIB
utang pemerintah indonesia
Ilustrasi/Foto: Zaki Alfarabi/Infografis
Jakarta -

Director Political Economy & Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyebut Indonesia masuk negara gagal sistemik karena pembayaran bunga utang lebih besar dari anggaran kesehatan. Hal itu ia simpulkan dari pernyataan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres yang menyatakan demikian.

"Indonesia masuk negara gagal sistemik. APBN 2022 biaya kesehatan Rp 176,7 triliun; bunga pinjaman Rp 386,3 triliun. UN Chief Antonio Guterres mengatakan negara yang membayar bunga pinjaman lebih besar dari anggaran kesehatan atau pendidikan, masuk kategori negara gagal sistemik," cuit Anthony di akun resmi Twitternya, dikutip Rabu (19/7/2023).

Cuitan itu sambil menyertakan potongan video Antonio Guterres yang menyatakan bahwa sekitar 3,3 miliar orang atau hampir separuh umat manusia tinggal di negara-negara yang lebih banyak membelanjakan untuk pembayaran bunga utang daripada pendidikan atau kesehatan. Hal itu dibilang sebagai kegagalan sistemik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena sebagian besar utang yang tidak dapat dipertahankan ini terkonsentrasi di negara-negara miskin, utang tersebut tidak menimbulkan risiko sistemik terhadap sistem keuangan global," ujar Antonio Guterres dalam potongan video tersebut.

Respons Kemenkeu

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut penilaian itu tidak berdasar. Indonesia ditegaskan bukan negara gagal, justru masuk kelompok negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income country.

ADVERTISEMENT

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan jika ditotal anggaran pendidikan dan kesehatan 2022 mencapai Rp 649,3 triliun, masih lebih tinggi dari belanja bunga Rp 386,3 triliun. Di 2023 bahkan total anggaran keduanya mencapai Rp 791 triliun.

"Indonesia jauh dari gagal sistemik. Ekonomi Indonesia tumbuh stabil di atas 5% pada 6 kuartal berturut-turut," kata Prastowo.

Selain itu, Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) juga mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023. Keputusan itu dinilai sebagai cerminan dari kesuksesan Indonesia dalam melakukan konsolidasi fiskal yang cepat dan didukung pertumbuhan pendapatan yang solid.

"Indonesia tidak pernah gagal bayar sepanjang sejarah," tegasnya.

(aid/eds)

Hide Ads