Luhut Jengkel Bank Dunia Turunkan Peringkat Logistik RI

Luhut Jengkel Bank Dunia Turunkan Peringkat Logistik RI

Anisa Indraini - detikFinance
Kamis, 20 Jul 2023 07:30 WIB
Luhut Binsar Pandjaitan di Stadion Sriwedari Solo, Rabu (21/6/2023).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan - Foto: Tara Wahyu NV/detikJateng
Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan heran dengan hasil Logistic Performa Index (LPI) Indonesia yang turun dari posisi 46 di 2018 menjadi ke-63 di 2023. Pihaknya akan mengundang perwakilan Bank Dunia untuk meminta klarifikasi terkait laporan tersebut.

"Laporan LPI yang dirilis oleh World Bank menempatkan posisi Indonesia turun ke 63 di tahun ini dari posisi 46 di 2018. Saya agak sedikit "heran" dengan hasil ini," kata Luhut dalam postingan di Instagram resminya, dikutip Rabu (19/7/2023).

Luhut menyebut hasil itu berbanding terbalik dengan data UNCTAD yang menyebut performa pelabuhan Indonesia termasuk 20 besar terbaik di dunia. Selain itu juga bertentangan dengan keberhasilan pemerintah yang telah menurunkan biaya logistik 8%, dari 23,9% pada 2019 menjadi 16% pada 2023.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Angka tersebut sekaligus menjadi bukti bahwa ada penghematan sampai triliunan rupiah dari efisiensi di pelabuhan-pelabuhan Indonesia saat ini," ujar Luhut.

Oleh karena itu, Luhut akan mengundang perwakilan Bank Dunia untuk datang ke Indonesia guna meminta klarifikasi di mana sebenarnya masalah logistik Indonesia. Dengan begitu pemerintah bisa memperbaiki keseluruhan ekosistem logistik di Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Optimalisasi digitalisasi logistik Indonesia adalah tanggung jawab seluruh pihak, baik pemerintah maupun stakeholder logistik di pelabuhan. Karenanya kita perlu duduk bersama untuk mengkaji dan menemukan solusi untuk perbaikan ekosistem logistik yang menyeluruh bagi darat, laut, maupun udara di Indonesia," beber Luhut.

Alasan Bank Dunia Turunkan Peringkat Logistik RI

Dalam laporan Bank Dunia, indeks kinerja logistik Indonesia pada 2023 anjlok dengan skor 3,0 dan menempati peringkat ke-63 dari 139 negara. Kalah jauh dari Singapura yang menempati posisi pertama dengan skor 4,3, Finlandia (2) 4,2, Denmark (3) dan Jerman (4) dengan skor 4,1, Malaysia (31) 3,6, India (38) 3,4, hingga Filipina (47) dengan skor 3,3.

Setidaknya ada enam indikator yang diukur oleh Bank Dunia terkait LPI ini, yakni kepabeanan, infrastruktur, pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas logistik, kecepatan waktu, serta pelacakan dan penelusuran (tracking and tracing).

Jika dilihat dari sisi kepabeanan dan infrastruktur, skor Indonesia masing-masing naik dari 2,67 (2018) menjadi 2,8 (2023) dan dari 2,89 (2018) menjadi 2,9 (2023). Hanya saja empat indikator mengalami penurunan yakni pengiriman internasional dari 3,23 (2018) menjadi 3 (2023), kompetensi dan kualitas logistik dari 3,10 (2018) menjadi 2,9 (2023), kecepatan waktu dari 3,67 (2018) menjadi 3,3 (2023), serta pelacakan dan penelusuran dari 3,3 (2018) menjadi 3 (2023).

Dalam laporannya, Bank Dunia menjelaskan bahwa meningkatnya skor LPI menyiratkan kinerja logistik di suatu negara telah meningkat secara keseluruhan. Sementara skor terendah sebagian disebabkan oleh sampel yang berkurang dari 160 negara pada 2018 menjadi hanya 139 negara pada 2023.

"Skor terendah cenderung meningkat terutama pada LPI 2023, namun hal ini sebagian disebabkan oleh sampel 139 negara dibandingkan dengan 160 negara pada 2018. Sampel 2018 mencakup 20 negara dengan skor 2,6 dan skor rata-rata 2,4 yang tidak termasuk dalam sampel 2023," jelas Bank Dunia.

Selain itu, rata-rata negara yang memiliki skor berkinerja rendah juga disebut karena terdapat kendala logistik yang parah. Ini biasanya terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

"Untuk negara-negara dengan skor LPI rendah, infrastruktur paling penting untuk meningkatkan kinerja. Tetapi kunci untuk mempertahankan kinerja logistik yang tinggi terletak pada serangkaian intervensi lebih luas yang mencakup kebijakan dan pengembangan sektor swasta," beber Bank Dunia.

Apakah penurunan tersebut wajar? Klik halaman berikutnya

Pengamat Nilai Wajar

Ekonom menilai wajar indeks kinerja logistik Indonesia turun karena sederet permasalahan logistik. Daripada protes ke Bank Dunia, pemerintah diminta untuk memperbaiki seluruh ekosistem logistik di Tanah Air mulai dari infrastruktur hingga pelayanannya.

"Iya wajar harusnya jangan protes ke Bank Dunia, tapi justru memperbaiki seluruh desain infrastruktur, pelayanan di pelabuhan dan bea cukai. Akui saja memang logistik kita bermasalah karena miss-management," kata Bhima saat dihubungi.

Bhima menyebut banyaknya infrastruktur yang dibangun pemerintah belum maksimal mengurangi ongkos logistik. Hal itu dikarenakan perencanaannya dinilai kurang matang.

"Uji kelayakannya juga dilakukan secara buru-buru, tergesa-gesa sehingga dampak dari infrastruktur untuk menopang sektor industri penurunan biaya logistik, menurunkan tingkat inflasi dan juga memperlancar konektivitas antar wilayah itu rendah," ujar Bhima.

Selain itu, integrasi antar infrastruktur juga dinilai belum memadai. "Banyak jalan tol yang ternyata tingkat utilitas atau pemanfaatannya masih rendah karena ternyata tidak banyak dilalui untuk angkutan logistik, angkutan logistiknya masih menggunakan jalan arteri. Ini yang mengakibatkan biaya logistiknya masih tetap tinggi, mahal dan mengakibatkan skor logistik kita anjlok," tambahnya.

Di samping itu, beberapa pelabuhan disebut memiliki kualitas pelayanan yang turun. Meski pembangunan infrastruktur dilakukan secara masif, banyak hal juga yang masih harus diperbaiki.

"Jadi kalau kita baca indeks logistik yang dikeluarkan Bank Dunia itu ada beberapa standar pelayanan di pelabuhan, misalnya di Bea Cukai itu performanya masih buruk. Jadi artinya infrastruktur satu hal, tapi logistik ini banyak hal lain yang perlu dievaluasi," imbuhnya.

Banyaknya infrastruktur namun belum efektif menurunkan ongkos logistik juga dikatakan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal. Ia mencontohkan keberadaan tol laut.

"Jadi sebetulnya kan sudah ada tol laut, tapi efektivitas tol laut itu setelah sekian tahun ini kan menjadi pertanyaan sejauh mana ini sudah bisa mengurangi ongkos logistik," kata Faisal.

Terpenting menurutnya adalah bukan hanya membangun infrastruktur jika ingin menurunkan ongkos logistik. Melainkan juga adanya keterkaitan antara infrastruktur dengan aktivitas ekonomi di suatu kawasan.

"Bukan hanya membangun infrastrukturnya kalau untuk menurunkan ongkos logistik, tapi juga sistemnya bagaimana keterkaitan dengan infrastruktur yang dibangun dengan moda transportasi dan juga aktivitas ekonominya. Itu yang perlu dilihat secara komprehensif, bukan hanya proyek per proyek," pungkas Faisal.


Hide Ads