Gara-gara Ini Pengusaha Sawit Khawatir Investasi Terganggu

Gara-gara Ini Pengusaha Sawit Khawatir Investasi Terganggu

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 20 Jul 2023 11:21 WIB
Lantaran Kebijakan Plin-Plan Larangan Ekspor Sawit Indonesia, Malaysia Lebih Unggul di Pasar India
Foto: ABC Australia
Jakarta -

Para pengusaha atau perusahaan sawit di Indonesia saat ini mengaku sedang khawatir. Pasalnya ada tiga perusahaan sawit saat ini berurusan tidak pidana yang berdampak akan terganggunya iklim investasi sawit di Indonesia.


Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono. Ia mengatakan, kasus hukum yang menjerat tiga anggota GAPKI yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group di kasus korupsi minyak goreng membuat khawatir para pengusaha.


"Kami sangat prihatin anggota kami terkena kasus itu. Kok sampai begini? Mereka sudah patuh dan melaksanakan kebijakan pemerintah kok dipidana. Kalau kasus ini terus berlanjut ini bisa berdampak pada terganggunya iklim investasi," ungkap Eddy dihubungi di Jakarta, Kamis (20/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Eddy menjelaskan bahwa Sawit dan CPO menyumbang devisa sangat besar. Penegakan hukum harus dilakukan secara hati-hati dan tidak sampai berdampak pada terganggunya bisnis termasuk nasib jutaan buruh dan petani yang bergantung pada sektor ini.


"Semua anggota GAPKI itu patuh terhadap kebijakan pemerintah, di mana saat itu kebijakan pemerintah berubah-ubah sangat cepat dan kami patuh terhadap itu. Kalau pemidanaan terus berlanjut, investasi kita tidak kondusif, tidak ada kepastian hukum. Nantinya kami akan jauh lebih hati-hati. Pengusaha akan takut bila ada kebijakan yang berubah-ubah karena ujungnya kami yang disalahkan ketika melaksanakan kebijakan itu," bebernya.

ADVERTISEMENT


Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga perusahaan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi minyak goreng terkait pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunnya pada Januari 2021 - Maret 2022.


Dihubungi terpisah, kuasa hukum para tersangka Marcella Santoso menegaskan bahwa tuduhan tindak pidana korupsi harus didasarkan pada bukti kerugian negara hasil audit BPK. Yang terjadi, tuduhan telah terjadi kerugian negara didasarkan pada hasil perhitungan ahli., bukan hasil audit ahli BPK.


"Frasa dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata atau actual loss, bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara atau potensial loss," jelas Marcella.


Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan bahwa kerugian negara akibat kasus izin ekspor CPO berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yakni Rp 6,47 trilyun.


Lebih lanjut Marcella menambahkan bahwa dalam perkara ini, BPK belum melakukan audit. Padahal berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 6 Tahun 2016 hanya BPK yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian negara. Bahkan BPKP pun tidak berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara.


Marcella menjelaskan bahwa kasus ini bermuara dari kebijakan Kementerian Perdagangan yang bermasalah. Oleh karena itu, tim kuasa hukum mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, sebagaimana tertera dalam surat gugatan tanggal 3 Juli 2023.


Objek permohonannya adalah Permendag No 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng. Akibat diterbitkannya Permendag itu, 3 perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka itu kehilangan hak untuk mengaih Dana Pembiayaan kepada BPDPKS dikarenakan aturan yang tertuang dalam Permendag No 6/ 2022 menjadi tidak berlaku.


"Klien kami adalah korban dari kebijakan pemerintah yang tidak proper. Jangankan mendapat untung Akibat perubahan kebijakan itu, client kami menderita actual loss sebesar Rp 1.933.272.463.730," pungkas Marcella.

(rrd/rir)

Hide Ads