Rusia Tarik Diri dari Perjanjian Ekspor Gandum, RI Bisa Kena Getahnya?

Rusia Tarik Diri dari Perjanjian Ekspor Gandum, RI Bisa Kena Getahnya?

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Kamis, 20 Jul 2023 15:19 WIB
HYDERABAD, PAKISTAN - MARCH 12: An aerial view of Pakistani farmers harvesting wheat crop at a field in Hyderabad, southern Sindh province, Pakistan on March 12, 2023. Pakistan is amongst the worlds top ten producers of wheat, cotton, sugarcane, mango, dates and kinnow oranges, and is ranked 10th in rice production. Major crops (wheat, rice, cotton and sugar cane) contribute around 4.9 per cent, while minor crops contribute 2.1 percent to the countrys total GDP. (Photo by Shakeel Ahmed/Anadolu Agency via Getty Images)
Foto: Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency
Jakarta -

Rusia baru-baru ini telah melancarkan serangan militernya ke wilayah Odesa, Ukraina usai berakhirnya kesepakatan ekspor gandum sejak Senin (17/7) kemarin. Terkait serangannya ini, PBB memperingatkan keputusan Negeri Beruang Merah itu berisiko membuat kelaparan di seluruh Dunia.

Sebab sebelumnya, ketika kesepakatan ekspor gandum itu masih berlaku, Ukraina selaku salah satu produsen gandum terbesar di dunia dapat melakukan ekspor biji-bijian secara aman tanpa campur tangan Rusia melalui Laut Hitam. Lantas apakah serangan Rusia ke Ukraina ini dapat menyebabkan krisis pangan secara global dan berdampak ke RI?

Menjawab pertanyaan ini, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah, mengatakan kondisi ini diperkirakan tidak akan menyebabkan krisis pangan seperti yang diperingatkan PBB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, akibat dari serangan Rusia ke Ukraina setelah berakhirnya kesepakatan ekspor gandum ini paling besar akan menyebabkan kenaikan harga gandum secara global. Namun tidak sampai terjadinya krisis pangan.

"Kalau secara global sepertinya tidak akan berpengaruh (menyebabkan krisis pangan). Paling lebih cenderung ke kenaikan harga gandum. Jadi bisa ada kenaikan harga gandum tapi tidak akan ada krisis pangan," kata Ruslin kepada detikcom, Kamis (20/7/2023).

ADVERTISEMENT

"Kalau krisis pangan kan memang ada shortest supply, gandum itu nggak ada gitu kan. Jadi orang-orang itu kelaparan, jadi gak bisa makan lah. Kalau ini masih bisa makan, tapi harganya lebih tinggi," jelasnya lagi.

Meski begitu, menurut Rusli sebagian orang khususnya warga Eropa yang banyak mengkonsumsi gandum, harus mengorbankan sebagian pengeluaran mereka yang lain sebagai kompensasi membeli pangan yang semakin mahal.

"Orang akan mengorbankan pengeluaran yang lain untuk menambah (biaya belanja pangan karena) kenaikan harga gandum ini. Misalkan yang biasanya ke bioskop sebulan 2 kali, jadi sekali saja dan sisanya untuk kompensasi kenaikan harga gandum. Bagi orang-orang Eropa kan gandum itu krusial kan," ungkap Rusli.

Untuk besaran kenaikan harga gandum global sendiri Rusli mengaku belum bisa memastikan. Namun menurutnya yang pasti, kejadian kali ini berpotensi menaikan harga gandum hingga komoditas pangan lain.

"Besarannya berapa? mungkin saya belum tahu besarannya, tapi itu berpotensi mengerek harga gandum dan mungkin komoditas lain dari Ukraina semisal minyak nabati," tambahnya.

(fdl/fdl)

Hide Ads