Luhut Pamer Capaian Ekonomi RI ke Media AS: Inflasi Terendah Sepanjang Sejarah

Luhut Pamer Capaian Ekonomi RI ke Media AS: Inflasi Terendah Sepanjang Sejarah

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Sabtu, 22 Jul 2023 09:30 WIB
Menteri Koordinator Kemaritiman
Foto: Muhammad Ridho: Menko Kemaritiman & Investasi Luhut Binsar Pandjaitan
Jakarta -

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan blak-blakan soal keberhasilan transformasi ekonomi Indonesia. Hal itu diungkapkan Luhut dalam wawancara khusus dengan jurnalis senior The New York Times, Peter Goodman.

Dalam kesempatan itu, Luhut membeberkan kemajuan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah mengenai tingkat inflasi yang bisa dijaga rendah pada saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin. Menurutnya, inflasi di Indonesia saat ini selalu berada di rentang 4%-an.

"Saya meminta Peter untuk melihat secara langsung beberapa fakta yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah Republik Indonesia, dengan memaparkan beberapa data dan laporan yang saya sudah siapkan sejak lama. Paparan tersebut berisi nilai rata-rata tingkat inflasi Indonesia dimana sejak kepemimpinan Presiden Jokowi , inflasi selalu berada dibawah 4%," ungkap Luhut dikutip dari Instagram @luhut.pandjaitan, Jumat (21/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan dalam potongan video yang dia unggah, Luhut memamerkan langsung angka inflasi ini menjadi yang paling rendah terjadi selama Indonesia berdiri. Dia juga membandingkan angka inflasi saat ini dengan era kepemimpinan Presiden Soeharto.

"Inflasi kita saat ini seperti ini, inflasi terendah kita sebelumnya saya pikir berada di era Presiden Soeharto di kisaran 8%. Ini pertama kali di sejarah kita bahwa inflasi berada di sekitar 4%," klaim Luhut di depan Peter Goodman sambil menunjukkan data di layar.

ADVERTISEMENT

Selain itu, Luhut juga menyampaikan hasil laporan yang dibuat oleh lembaga Edelman Trust Barometer tahun 2023 yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara peringkat ke 2 dalam daftar negara dengan tingkat optimisme ekonomi yang tinggi.

"Pencapaian ini sekaligus mengalahkan negara asal Peter yaitu Amerika Serikat yang berada di peringkat 14," kata Luhut.

Keuntungan larangan ekspor nikel di halaman berikutnya. Langsung klik

Kepada Peter Goodman, Luhut juga membeberkan keuntungan larangan ekspor nikel. Menurutnya, salah satu keuntungan larangan ekspor sebetulnya bakal menguntungkan negara maju juga. Sebelumnya memang banyak negara maju protes soal kebijakan larangan ekspor nikel. Bahkan, kebijakan itu sempat digugat di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Adapun keuntungan yang dimaksud Luhut adalah negara maju macam Amerika Serikat dan lain sebagainya bakal bisa lebih mudah mendapatkan akses terhadap suplai material baterai lithium. Pasalnya, larangan ekspor dilakukan bukan untuk memproteksi nikel yang melimpah sumber dayanya di Indonesia untuk digunakan oleh negara lain. Namun, nikel akan diproses untuk menjadi barang jadi dan negara lain bisa juga menggunakannya.

"Kami ingin negara maju memahami satu hal yang penting, larangan ekspor nikel yang kami putuskan saat ini secara tidak langsung sebenarnya mempermudah Amerika dan negara lainnya untuk mendapatkan akses terhadap suplai material lithium baterai dari nikel," ungkap Luhut.

Apalagi Indonesia saat ini sudah memiliki teknologi HPAL yang dapat mengelola nikel kadar rendah menjadi bahan utama baterai lithium yang bakal banyak digunakan untuk baterai kendaraan listrik.

Lagipula, menurut Luhut ekspor nikel ore atau nikel mentah tidak efisien. Secara langsung dia mengatakan ke Peter Goodman bila nikel diekspor dalam bentuk ore, justru kandungannya nikelnya sangat kecil, cuma 2% dalam tiap satu ton ore.

"Ini tidak efisien. Nikel ore isinya lebih banyak air dan tanah saja, kandungan nikel hanya 2%," turur Luhut dalam potongan video yang dibagikannya.

Selain itu, saat larangan ekspor diberlakukan, Indonesia juga menikmati manfaat besar pada peningkatan jumlah ekspor. Hal ini terjadi karena hasil olahan nikel mentah harganya lebih mahal.

Maka dari itu, produk turunan nikel saat diekspor jumlah pemasukannya kepada negara lebih besar, bila diekspor mentah pendapatan negara cuma US$ 2,1 miliar ketika sudah diolah pendapatan negara menjadi US$ 33 miliar.


Hide Ads