Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Bali merekomendasikan kebijakan di mana tenant wajib meminta izin manajemen Bandara I Gusti Ngurah Rai apabila mau menyebarkan dan membuat konten yang membawa nama bandara. Kondisi ini merupakan buntut dari polemik yang terjadi antara Influencer Jovi Adhiguna dan Baso A Fung.
Kejadian ini bermula lantaran viral Jovi Adhiguna yang makan kerupuk babi dan dicampur ke dalam mangkok bakso. Kondisi ini pun berujung Baso A Fung membuat konten menghancurkan mangkok-mangkoknya di gerai bandara tersebut.
Vice President Corporate Secretary PT Angkasa Pura I (AP I) Rahadian D. Yogisworo mengatakan, kejadian tersebut di luar kontrol bandara serta dilakukan oleh pihak internal Baso A Fung dengan menggunakan akun unit usaha tersebut.
"Memecah-mecahkan itu kan di luar kontrol kita. Karena itu mereka melakukan atas account pribadi mereka, Baso A Fung, bukan lewat akun Bandara I Gusti Ngurah Rai atau AP I Airport Bali," kata pria yang akrab disapa Yogie ini kepada detikcom, Sabtu (29/7/2023).
Yogie mengatakan, untuk konten di luar kegiatan marketing atau publikasi yang masih berkaitan dengan ambiance bandara memang harus melalui izin kepada pihak bandara. Sementara di luar itu, bandara memberi kebebasan.
Di sisi lain, para tenant atau unit usaha di Bandara Ngurah Rai memiliki perkumpulan atau bisa disebut juga sebagai paguyuban. Yogi mengatakan, perkumpulan tersebut dibuat untuk kepentingan bersama dalam kapasitas marketing.
Melalui perkumpulan ini, tidak menutup kemungkinan dimanfaatkan untuk mengimbau terkait pengetatan pembuatan konten. Dengan kata lain, bisa saja bila ke depan diberlakukan kebijakan wajib lapor ke bandara apabila mau membuat konten.
"Dimungkinkan (kebijakan lapor konten). Karena di masing-masing daerah punya Perda (Peraturan Daerah) masing-masing. Contoh misalnya izin mendirikan reklame. Kalau di daerah dalam bandara itu tetap harus izin ke provinsi, Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah), seperti itu," terangnya.
"Atau misalnya izin berjualan makanan minuman beralkohol, itu pasti diurusnya di sana. Di Kepabeanan Bali, Bea Cukai. Aturannya kan gitu, ini contoh," sambungnya.
Yogie mengatakan, pihaknya senantiasa berkomitmen untuk mengikuti segala peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat, khususnya Peraturan Daerah (Perda). Namun memang untuk beberapa konteks seperti produk halal dan non halal, pihaknya memberi kebebasan, serta tanggung jawabnya kembali kepada para pelaku usaha. Seperti contohnya untuk pembuatan sertifikasi halal.
"Sebenarnya dalam realisasinya, sebagai pengelola bandara tidak pernah membatasi itu. Kecuali misalnya Perda yang melarang. Contohnya Bandara Surabaya, Perdanya melarang untuk adanya minuman beralkohol di bandara atau di fasilitas umum," pungkasnya.
(fdl/fdl)