Setiap bulan, Ibnu biasanya menyempatkan diri untuk main Tamiya di akhir pekan. Ia jauh-jauh dari rumahnya di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, menuju ke Graha Tamiya atau QBIG, BSD, untuk sekadar main mobil mini 4WD tersebut. Ibnu tak sendiri, ia bahkan mengajak dua anaknya yang berusia 5 dan 8 tahun buat main bareng.
Main Tamiya baginya sudah menjadi hobi sekaligus cara untuk menghabiskan waktu bersama dengan keluarga saat libur. Masing-masing anggota keluarganya punya satu mobil Tamiya, termasuk untuk sang istri. Kalau punya waktu luang, pria berdarah Minang itu suka mengoprek Tamiya bareng keluarganya.
"Jadi sekalian cari aktivitas yang bisa bonding sama anak lah, kan ada yang mungkin olahraga atau apa, kalau saya 'kita ngoprek masing-masing yuk'," kata pria bernama lengkap Ibnu Rusydi itu dengan Antusias saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu di Florida, AS, ditulis Sabtu (12/8/2023).
Di luar hobinya itu, Ibnu sehari-hari bekerja sebagai 'perawat', tapi bukan 'perawat' sembarangan, melainkan perawat satelit Indonesia dengan kapasitas terbesar di Asia, yakni Satelit Nusantara Tiga atau yang juga disebut Satelit Republik Indonesia (Satria-1). Ibnu berkarier di PT Pasifik Satelit Nusantara, perusahaan swasta asal Indonesia pertama yang bergerak di bidang telekomunikasi berbasis satelit.
Satelit Satria-1 itu jadi salah satu kebanggaan Indonesia, bahkan sampai diposting Presiden Jokowi di Instagram pribadinya saat hari peluncuran pada 19 Juni 2023 lalu menggunakan roket SpaceX. Satelit berkapasitas 150 Gbps ini berfungsi untuk memberikan akses internet yang merata ke berbagai wilayah Indonesia, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
"SATRIA-1 adalah satelit multifungsi pertama milik pemerintah dengan kapasitas terbesar di Asia," tulis Jokowi di akun Instagramnya.
Dalam proyek ini, Ibnu memegang posisi sebagai Lead Engineer Satelit Operation. Tugasnya ialah mengoperasikan dan menjaga satelit Satria-1 yang ada di luar angkasa agar bisa difungsikan selama 15 tahun. Tugasnya termasuk vital, karena bukan hal yang mudah untuk bisa menjaga fungsi sebuah barang yang ada di luar angkasa.
"Jadi di kantor kita ada satelit project, sama satelit operation. Nia Asmady itu satelit project, yang membangun satelit sampai ngeluncurin. Saya yang menerima setelah itu selesai, selama 15 tahun. Istilahnya kaya ibu kandung, sama baby sitter lah," kelakar Ibnu.
Saat berbincang pun, Ibnu mengaku sambil memantau kondisi Satria-1 yang belum lama meluncur. Handphone miliknya siaga digenggam agar bisa mendapatkan laporan dari timnya yang berjumlah 6 orang. Tim Ibnu ini tersebar lokasinya, dua orang berada di Cannes, Prancis bersama dengan pihak Thales Alenia Space, lalu tiga orang berada di stasiun Cikarang, dan dirinya sendiri sedang berada di Florida usai mengikuti peluncuran Satria-1.
Ada banyak yang harus dipastikan oleh Ibnu selama satelit di luar angkasa. Pertama dan yang paling utama adalah memastikan kualitas layanan dari satelit itu sendiri bisa sampai ke pelanggan-pelanggan. Artinya, sinyal yang ditransmisikan dari satelit ke pelanggan harus sesuai dengan ekspektasi yang sudah disyaratkan sejak awal proyek.
Nah, untuk memastikan kualitas layanan bisa terjaga, banyak hal-hal yang harus dilakukan oleh Ibnu dan timnya di PSN. Salah satunya menjaga posisi satelit untuk tetap berada di posisinya, yakni di 146 bujur timur di atas langit Papua. Ibnu mengatakan layanan satelit tak akan bisa dijaga kalau satelitnya sendiri tak berada di tempat yang sesuai.
"Karena kalau nggak dikendalikan, karena efek gravitasi bumi, bulan, dan matahari, itu solar pressure dari matahari itu, satelit bisa geser dari posisi longitude-nya. Dari 146 bisa ke 145-144, padahal coverage yang harus dia layani idealnya posisinya harus di 146 terus," terang lulusan Aerospace Engineering ITB tersebut.
Untuk mengatur posisi satelit bukan berarti Ibnu harus ikut ke luar angkasa. Ibnu hanya perlu mengendalikannya dari stasiun di bumi, menggunakan mesin thruster khusus untuk satelit. Setiap dua hari sekali ia rutin melakukan manuver satelit agar posisinya selalu berada di 146 bujur timur.
Selain itu, kata Ibnu, dirinya juga harus menjaga kesehatan si satelit itu sendiri. "Housekeeping istilahnya," kata Ibnu. Kesehatan yang perlu dijaga mulai mengecek kondisi solar array, kesehatan baterai, kesehatan alat-alat perangkat komunikasinya, sampai mengecek kestabilan suhu di dalam satelit. Sebab, suhu di luar angkasa sangat ekstrem.
Ibnu menjelaskan, saat bagian depan satelit menghadap matahari, suhunya bisa sampai 40-50 derajat, tapi di sisi belakangnya bisa minus 70-80. Sedangkan perangkat elektronik satelitnya sendiri punya suhu khusus yang harus dijaga agar bisa bekerja secara optimal. Suhu satelit yang perlu dijaga ada di kisaran -5 sampai 30 derajat.
"Caranya gimana menjaga suhu tersebut? Di desain satelitnya sendiri ada heatsink-nya sendiri, jadi kalau terlalu panas dia bisa didistribusikan, terus dilepas pakai heatsinknya di luar angkasa. Tapi seringkali masalahnya itu menjaga dia tetap hangat, makanya kita bawa heater. Di dalam satelit kita bawa heater-heater yang bisa kita nyalakan kalau memang perlu," jelasnya.
Heatsink atau pengendali panas ini disetel oleh Ibnu agar bisa berfungsi secara otomatis jika dibutuhkan. Meski bisa disetel otomatis, namun Ibnu dan tim juga tetap harus memantaunya. "Karena kadang-kadang namanya perangkat elektronik itu suka rewel, error, segala macam. Jadi kita pantau supaya dia bekerja sesuai yang kita ekspektasikan," sambung Ibnu.
Beragam tantangan juga harus dihadapi Ibnu dan tim selama merawat satelit yang berada di luar angkasa. Mulai dari cuaca di luar angkasa, gerhana, hingga mewaspadai objek-objek asing seperti asteroid yang bisa merusak satelit. Oleh sebab itu, kalau tak apik merawat satelit, maka umur Satria-1 yang seharusnya 15 tahun bisa berkurang masa fungsinya.
"Artinya kita harus punya protokol merawat satelit yang baku dan reliable. Tantangannya adalah menjaga konsistensinya kita juga," kata Ibnu.
Ke depan Ibnu berharap agar PSN bisa memiliki software-software sendiri untuk mengendalikan atau mengoperasikan satelit, khususnya yang berkapasitas besar. Sebab selama ini dirinya masih menggunakan software-software dari penyedia luar negeri.
"Harapannya saya pengin kita kembangin sendiri in house di PSN. Tools ini maksudnya software pengendalian satelitnya, atau perhitungan orbit segala macam. Itu software-software seperti itu sekarang kita belum bisa bikin sendiri," katanya.
(fdl/fdl)