Pengangkutan Batubara Lewat Kapal Asing Hilangkan Potensi Devisa
Selasa, 03 Okt 2006 16:29 WIB
Jakarta - Indonesia kehilangan pendapatan sekitar US$ 2 miliar per tahun di sektor pelayaran akibat pemakaian kapal asing untuk pengangkutan batubara sejak tahun 2005.Untuk itu pemerintah harus bergerak cepat dalam mendukung dan menyiapkan kapal buatan dalam negeri jenis handy size 45-50 ribu DWT (bobot mati) danpanamax size diatas 60 ribu DWT, karena kurangnya kapal nasional.Demikian dijelaskan oleh Dirut PT Bahtera Adhiguna (Persero) Djoko Tahono, usai acara Rapat Konsolidasi Industri Pelayaran Nasional di Gedung Departemen Perindustrian, Jalan Gatot Subroto, Jakarta (3/10/2006).Menurut Djoko ada beberapa hal yang membuat pelayaran nasional kurang bersaing dalam hal pengangkutan batubara lokal, selain jumlah kapal yang sedikit.Pertama, tarif yang berlaku sekarang tidak feasible. Kedua, pengoperasian kapal tidak feasible. Ketiga, industri galangan kapal yang stagnan. Maka itu pemerintah diharapkan segera turun tangan menangani masalah ini dengan berpatokan pada Inpres No 5/2005 tentang industri pelayaran nasional.Djoko menjelaskan, armada nasional yang bisa memenuhi pengangkutan batubara PLTU sangat terbatas. Jumlahnya hanya 3 unit handy size dan 2 unit panamax size dengan umur 20 tahun. "Untuk membangun kapal jenis tersebut galangan nasional yang siap hanya PT PAL Surabaya tapi sampai 2008 sudah fullbooked," kata Djoko.Sementara produksi batubara pada tahun 2005 mencapai 150 juta ton, terdiri 75 persen untuk ekspor dan 25 persen untuk keperluan domestik. Namun armada kapal yang digunakan untuk angkutan batubara hampir seluruhnya menggunakan kapal asing. Padahal saat ini juga sedang dilaksanakan percepatan pembangunan PLTU yang menggunakan batubara sebagai konversi pemakaian BBM (Crash Programm) PLTU sebesar 10 ribu MW. Program tersebut membutuhkan 80 juta ton batubara.Djoko menjelaskan, PT Bahtera Adiguna (Persero) yang saat ini sebagai pengangkut pasokan batubara ke PLTU Suralaya dan Paiton mulai mengantisipasi kebutuhan Crash Program.Sementara Soedjoko Tirtosoekotjo, Eksekutif Direktur Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyatakan, untuk mendukung kebutuhan PLN akan batubara yang menjadi masalah adalah kesiapan pengangkutannya bukan pada suplainya. Apalagi kemampuan perkapalan belum bisa optimal untuk mengangkut 80 juta ton batubara dalam Crash Program tahun 2010.
(ir/ir)