Catat! Kosmetik-Sepatu Impor di Bawah Rp 1,5 Juta Bakal Dilarang Dijual Online

Aulia Damayanti - detikFinance
Sabtu, 26 Agu 2023 11:30 WIB
Ilustrasi/Foto: Shutterstock/
Jakarta -

Pemerintah tengah melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).

Dalam aturan itu akan tertuang batasan harga barang impor yang dijual online tak boleh di bawah US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta.

Berikut fakta-faktanya:


1. Larangan Penjualan di Bawah Rp 1,5 Juta

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mengatakan aturan itu untuk barang yang masuk melalui skema cross border alias pedagang dan barangnya langsung dari luar negeri. Jenis barangnya bervariasi mulai dari fesyen atau pakaian, kosmetik, hingga sepatu.

"Yang kita buat ini kan yang direct ini cross border yang perdagangnya luar negeri, barangnya dari luar negeri, masuk," tegas Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Temmy Satya Permana, dalam acarad'Mentor detikcom, ditulis, Jumat (25/8/2023).

"Produk akhir yang kita batasi itu produk akhir seperti baju, sepatu, celana," tuturnya.

Maraknya perdagangan lintas negara ini juga telah pelan-pelan membunuh UMKM hingga lapangan pekerjaan. Hal itu terjadi karena banya barang yang tadinya dijual offline dan kini dijual online tetapi harganya lebih murah.

"Kita lihat sekarang banyak berjualan offline menjadi tutup, tenaga kerja jadi hilang karena biasa produk-produk ini ada di sana, tiba tiba dijual online murah terima di rumah, tetapi secara ekonomi ada satu yang mati, artinya lapangan pekerjaan hilang, investasi yang dilakukan tidak menarik lagi," ungkapnya.

3. RI Dibanjiri 60 Juta Paket Cross Border/Tahun

Temmy mengungkap berdasarkan laporan dari Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, ada 60 juta per tahun paket cross border yang masuk ke Indonesia. Cross border adalah barang impor yang dijual langsung oleh pedagang luar negeri kepada konsumen dalam negeri.

"Kemarin pada saat pembahasan kami mendapatkan informasi dari teman teman bea cukai itu 60 juta paket setahun masuk ke kita dari luar negeri, dari cross border," katanya.

Temmy enggan menyebutkan nama negara asal barang-barang cross border tersebut. Ia hanya menyebutkan jenis barang yang masuk ke Indonesia, mulai dari pakaian hingga kosmetik.

4. Pembahasan Revisi Alot

Temmy mengatakan ada satu ayat yang menjadi usulan KemenkopUKM tetapi cukup alot dibahas dalam revisi aturan tersebut. Hal itu berkaitan dengan pihaknya mengusulkan aturan terkait Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) luar negeri yang harus juga wajib menyediakan promosi produk dalam negeri.

"Ini yang menjadi bahasan yang agak alot pada saat harmonisasi di salah satu pasal yang wajib menyediakan promosi itu PPMSE dalam negeri, sedangakn luar negeri tidak diwajibkan (platform dengan identitas warna oren hingga TikTok shop) tidak karena itu PPMSE luar negeri. Kami mengusulkan ini harus diperlakukan dengan seimbang, toh mereka berjualan di dalam negeri kita juga," ujarnya.

5. Rincian Revisi Permendag

Berikut ini rincian revisi aturan dalam Permendag 50, pertama, terkait dengan larangan barang impor atau cross border di bawah US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta. Menurutnya aturan ini akan tetap masuk dalam revisi Permendag 50 tersebut.

Kedua, jika pedagang dalam negeri ingin mengimpor barang dari luar negeri dan menjualnya, maka aturannya harus memenuhi persyaratan yang berlaku. Persyaratan itu di antaranya harus mencantumkan asal negaranya, memiliki label halal, dan memiliki keterangan dalam produk dengan bahasa Indonesia.

"(Ketiga) Larangan bagi loka pasar untuk mergregasi produk kecuali produk dalam negeri yang dibuktikan dengan nomor induk berusaha, (keempat) selanjutnya mewajibkan loka pasar dalam negeri dan luar negeri untuk tidak mendiskriminasi produk Indonesia " tuturnya.

Kelima, pemerintah mengatur model bisnis Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) termasuk social commerce, sepeti TikTok Shop. Keenam, pemerintah juga meminta pemilik platform perdagangan online atau PPMSE berperan aktif dalam pendampingan, pengawasan, dan pengawasan usaha yang sehat.

6. Pengusaha Keberatan Aturan di Bawah Rp 1,5 Juta

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Bima Laga mengatakan pihaknya khawatir dengan batasan harga itu barang-barang yang selama ini diperjualbelikan lewat skema cross border akan langka. Karena menurutnya selama ini barang yang diperjual belikan melalui cross border tidak ada di Indonesia.

"Bagaimana kalau ditingkatkan US$ 100. Yang mesti dilihat penguatan lokal, jangan sampai subtitutnya enggak ada di sini. Kalau sudah ada di Indonesia untuk penguatan lokal kita akan mendukung. Bagaiman subtitutnya nggak ada? Terjadi kelangkaan barang, harga-harga yang ada akan semakin mahal," ujar dia.

"Contohnya bicara yang kecil-kecil varian casan kabel. Mungkin ada satu dan dua harganya di bawah US$ 100, tiba-tiba nggak ada harganya melonjak tinggi," tuturnya.




(ada/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork