Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengaku jengkel mengapa Indonesia banyak mengimpor bahan pangan dan buah-buahan yang banyak tumbuh di dalam negeri. Ia mencontohkan kelapa, lengkeng dan jeruk.
"Itu sekarang kalau di sini ada acara-acara, kesal juga saya disodorin kelapa itu dari Thailand. Kelapa! Ini kita gimana toh? Kelengkeng-kelengkeng kering pak, jeruk-jeruk peyot itu, itu banyak disodorin. Dari mana? Dari Tiongkok. Siapa yang kasih izin impor? Menteri Perdagangan katanya, mati," ujar dia dalam Sosialisasi Permendag di Bidang Ekspor yang disiarkan melalui saluran YouTube Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kamis (31/8/2023).
Selain itu, Zulhas juga mengungkap ternyata Indonesia juga banyak impor cabai dari India. Menurutnya, tata kelola pertanian di India ini memang lebih baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah saya bilang kita tata, diatur. Di India itu pak, rapih hasil pertanian. Cabai, ternyata kita impor cabai banyak juga dari India pak. Teknologinya sederhana, dia kalau panen raya cabai, itu pakai teknologi sederhana, cabai itu sama bentuknya merahnya bentuknya sama cuma sudah nggak airnya," ungkap dia.
"Jadi cabainya bisa bertahan dua tahun tiga tahun. Nggak apa apa. Nah itu yang kita beli, dikasih air, dia jadi cabai seperti semula lagi. Buah juga begitu," ungkapnya.
Sementara di Indonesia, menurutnya saat panen buah karena tata kelola yang kurang maka saat tidak panen harganya bisa melambung tinggi, ketika saat panen raya malah anjlok.
"Kalau kita kan nggak pak. Panen mangga, kalo mangga ngga musim, harganya Rp 50.000. begitu musim Rp 2.000 karena ngga ada yang beli, buruk," ujarnya.
Zulhas juga mengungkap keunggulan dari pertanian India ini juga terdapat koperasi yang memproduksi pupuk untuk petani. Pupuk di India juga dikembangkan sedemikian ringkas untuk memudahkan petani menggunakan dan mendapatkan pupuk.
"Pupuknya itu saya tanya, kok bisa surplus padinya? Apa yang dikerjakan india, yaitu India itu pak punya sentra-sentra koperasi yang bikni pabrik pupuk koperasi itu. Koperasi yang begitu banyak itu di India itu yang bikin pupuk," ungkapnya.
"Pupuknya itu dia bilang, dikembangkan. Dikembangkan, udah maju mereka. Dua hektar cuma pupuknya tuh cuma satu gini aja, pil, pil segini. Nggak pakai karung-karung pak, dua hektar itu satu pil, dia pakai teknologi nano. Kalau dia mau mupuk 2 hektare itu pilnya dikasih air tinggal semprot aja," lanjutnya.
Sementara di Indonesia, ketika ada pupuk industri dan harus disalurkan ke petani rantai distribusinya terlalu banyak sehingga ketika petani membutuhkan stoknya malah minim.
"Nggak kaya kita, bikin pupuk industri, ya kan. Pupuk industri nyalurkan lagi akhirnya rantainya banyak, petani mau waktu mau tanam padi, pupuknya nggak ada. Waktu nggak nanam, pupuknya baru ada," pungkasnya.
(ada/ara)