Pemerintah akan mengatur proses perdagangan di media sosial atau social commerce untuk mencegah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak tumbang.
Menurut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, social commerce akan berdampak negatif jika tidak diatur dengan jelas. Dia mengatakan social commerce akan berdampak negatif jika tidak diatur dengan jelas.
"Itu kalau enggak diatur, kolaps (industri lain) 3 bulan nanti," ucap Zulhas dalam tayangan rapat kerja bersama dengan Komisi VI DPR, dilihat Selasa (5/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan bahwa aturan main social commerce bakal diatur dengan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Dalam beleid tersebut, ada empat usulan yang diatur oleh pemerintah. Pertama, media sosial tidak bisa otomatis menjadi e-commerce. Untuk bisa menjadi e-commerce, media sosial harus memiliki izin terpisah.
Kedua, e-commerce maupun social commerce tidak diperbolehkan menjadi produsen atau wholesaler. Jika ingin jadi produsen, perusahaan tersebut harus memiliki izin tersendiri.
Ketiga, impor langsung atau lintas batas akan dibatasi. Impor diutamakan hanya untuk produk yang tidak ada di Indonesia. Untuk produk yang ada dan bisa diproduksi di dalam negeri, impor bisa dilakukan melalui prosedur impor pada umumnya.
Keempat, terkait pembatasan impor, Kemendag akan menyusun daftar produk yang boleh diimpor. Kelima, produk yang diperdagangkan di social commerce harus memiliki standar produk dan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
"Ini beberapa usulan dari kami. Kalau social commerce ini tidak ditata, e-commerce yang ada paling dalam enam bulan akan tutup semua. Karena Tiktok ini tahun depan mau investasi US$ 10 miliar," tegas Zulkifli.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pun mendorong pemerintah berani membatasi produk impor yang berkeliaran di platform online.
Seperti TikTok Shop. Ia menilai Indonesia harus mencontoh India dan Amerika Serikat yang tegas melarang pengoperasian TikTok Shop di negara mereka.
"India pun berani menolak TikTok, kenapa kita enggak? AS juga melarang, TikTok misalnya, enggak, jualannya boleh, tapi enggak boleh disatukan dengan media sosial. Kita, media sosial juga jualan," katanya.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, menyebut sudah mengambil langkah tegas untuk hal tersebut.
Ia mengaku sudah menutup izin impor barang yang diimpor langsung di e-commerce atau melarang aktivitas perdagangan lintas batas.
Menurut laporan Momentum Works, pada tahun 2022 konsumen Indonesia menghabiskan US$ 52 miliar atau sekitar Rp 777 triliun untuk berbelanja online. Jumlah itu lebih dari setengah belanja online di seluruh Asia Tenggara yang mencapai US$ 99,5 miliar atau sekitar Rp 1,487 triliun.
Bahkan sebagai negara muslim terbesar, Indonesia kini hanya mampu memasok 25% kebutuhan jilbab dalam negeri. Sisanya atau 75% produk jilbab sudah dikuasai oleh produk impor, terutama dari China. Padahal nilainya transaksi jilbab di Indonesia mencapai lebih dari US$ 1,02 miliar atau lebih dari Rp 15 triliun per tahun.
Bagaimana pandangan pengusaha terkait rencana ini? Klik halaman selanjutnya
Simak juga Video: Redup Digerus Online Shop
Simak juga Video: Alasan PNS di New York Dilarang Pakai TikTok
Pandangan Pengusaha
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) periode 2015-2019 ini menjelaskan, bahwa tindakan tersebut diambil merespon membludaknya produk impor di e-commerce maupun social commerce.
Instruksi pun sudah disampaikan Bahlil kepada jajarannya terkait regulasi larangan tersebut. Peraturan itu PMSEN yang masih dalam proses perbaikan.
Bahlil pun mengaku siap menghadapi komplain para pengusaha imbas langkah tersebut.
Ia mengaku mempunyai alasan kuat. Salah satunya adalah penataan ulang operasional social commerce. Hal ini dilakukan untuk memastikan kesetaraan peluang atau level of playing field bagi para pelaku perdagangan elektronik. Jika tidak direspon dengan cepat, ia melihat banjir produk impor di e-commerce akan merugikan UMKM.
"Kami siap menghadapi komplain dari pengusaha atas langkahnya tersebut. Kondisi banjir impor di e-commerce harus segera ditangani daripada semakin merugikan UMKM," tegas Bahlil.
Setali tiga uang, Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero dan Pakar Keamanan Siber dan Forensik Digital, Alfons Tanuwijaya menyambut baik upaya pemerintah.
Menurut Edy Misero, menjamurnya barang-barang impor memang menjadi tantangan. UMKM pun harus bisa meningkatkan kualitas produk untuk bersaing. Namun, ia menilai pemerintah dan masyarakat harus berpihak kepada masyarakat untuk mengutamakan produk lokal.
Sementara Alfons Tanuwijaya, menilai izin khusus perlu menjadi syarat bagi social e-commerce untuk berdagang. Sebab, selain membawa dampak positif untuk perdagangan digital tanah air, hal itu juga akan memperkuat perlindungan data pribadi pengguna.
Apalagi, aktivitas di social commerce akhir-akhir ini bisa menimbulkan kecanduan terhadap pengguna. Ia pun menghimbau agar masyarakat tidak terjebak pada hype yang bisa menimbulkan kerugian jangka panjang.
"Mereka membayar orang, membayar usernya supaya melakukan menambah user baru. User baru ini melakukan scrolling konten itu dibayar, dapat duit pada awalnya. Tetapi ketika orang sudah terbius, mereka akan dibiarkan, mereka tidak terlalu peduli dengan kontennya, mereka tidak peduli dengan dampak kepada usernya. Ini yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Ibaratnya orang jual narkoba, dikasih gratis dulu, habis orang sudah ketagihan, baru mereka tidak peduli dengan dampaknya," jelas Alfons.