Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menyinggung soal media sosial yang menjual murah produk-produk impor, atau melakukan dumping. Aktivitas tersebut dikhawatirkan akan 'membunuh' produsen lokal atau UMKM dalam negeri.
Di sisi lain, kata Teten, dirinya dituntut melindungi UMKM dan menaikkelaskan mereka. Namun Teten mengaku berat jika harus menghadapi praktik dumping di media sosial seperti TikTok.
"Saya kan Menteri Koperasi, harus melindungi produk UMKM, pengaturan perdagangannya di Pak Mendag (Zulkifli Hasan). Bagaimana saya meningkatkan daya saing kalau ngadepin harga dumping, nggak kuat," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Senayan Jakarta, Selasa (12/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menduga ada praktik predatory pricing yang dilakukan oleh media sosial. Menurutnya praktik-praktik tersebut harus segera diatur. Teten menyebut pemerintah harus berani, apalagi pasar digital Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Ia mencontohkan produk Indonesia yang tidak bisa masuk ke negara lain dengan mudah, dan meminta Indonesia menerapkan hal yang sama.
"Jadi tarif perdagangan menurut saya harus kita atur. Kita tahu ada perdagangan bebas, tapi semua negara mengaturnya. Cari caranya, kan seperti itu. Ini sedang kita siapkan, Bapak Presiden sudah tugaskan, kita siapkan. Kita perlu, kalau Permendag nggak cukup. Kita perlu ada national policy mengenai digital economy. Nanti kita atur," bebernya.
Adapun revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik masih berproses. Revisi tersebut diharapkan rampung pada tahun ini.
Pada kesempatan itu, Teten meminta Indonesia belajar dari China soal transformasi digital. Meskipun akselerasi digital di China cukup deras, namun pasar domestik di negara tersebut tetap terlindungi. Hal tersebut karena adanya pemisahan fungsi media sosial dan e-commerce.
"Platform digital di China itu tidak boleh monopoli, diatur. Media sosial ya media sosial. Dagang ya dagang, dipisah. Nah TikTok sendiri di China dipisah antara TikTok medsosnya dengan TikTok Shop-nya. Di Indonesia dibolehkan. Nah yang bodoh siapa? Apalagi di sini hanya kantor perwakilan," tuturnya.
Ia menyebut e-commerce di Indonesia dikuasai asing hingga 56%, sementara domestik hanya 44%. Sementara Iklan di media online dikuasai asing hingga 65%. Namun Teten mengapresiasi sektor keuangan yang masih didominasi oleh domestik hingga 94%.
"Di sektor keuangan yang bagus. Keuangan 94% domestik. Nah ini di keuangan udah bagus mengaturnya. Asing itu hanya 6%. DI mobilitas, di transportasi, asing 49%. Domestiknya lumayan 51%. Nah yang paling parah sampaikan justru di e-commerce kita. Nah karena itu kalau tidak segera mengatur ekonomi digital bisa menjadi ancaman ekonomi domestik," pungkasnya.
(ily/rrd)