Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong transformasi digital dalam melaksanakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota. Upaya ini dilakukan dengan menghadirkan aplikasi e-PIT guna mempermudah proses perizinan dan pendataan ikan hasil tangkapan.
Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Agus Suherman mengatakan e-PIT mengintegrasikan layanan hulu-hilir perikanan tangkap dalam satu sistem, antara lain terkait dengan pengajuan SLO, SPB, Logbook, STBLK, Laporan Penghitungan Mandiri (LPM), dan penghitungan PNBP PHP pascaproduksi.
Menurutnya, dengan digitalisasi, proses perizinan, pelaporan hingga pengawasan dalam melaksanakan program ekonomi biru Penangkapan Ikan Terukur mulai tahun depan, bisa berjalan efisien.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami optimis itu akan berjalan efektif. Dahulu penggunaan kartu elektrik dalam layanan jalan tol banyak ditentang, kini 100 persen telah menggunakannya," kata Agus dalam keterangan tertulis, Senin (18/9/2023).
Hal ini disampaikannya dalam acara Bincang Bahari bertema 'Perspektif Publik Terkait Transformasi Perikanan Tangkap dan Penerapan E-PIT', Senin (18/9).
Di sisi lain, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto menyampaikan soal pentingnya E-PIT dalam implementasi pelaksanaan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Oleh sebab itu, kinerja sistem ini akan terus ditingkatkan seiring semakin tingginya jumlah pengguna.
Berdasarkan hasil survey KKP bersama Litbang Kompas di Cilacap, Jawa Tengah dan Benoa, sebagian besar nakhoda dan pelaku usaha perikanan memiliki kesadaran tinggi terkait kebijakan penangkapan ikan terukur, termasuk soal aplikasi e-PIT dan pemahaman mengenai kebijakan PIT dan aplikasi pendukungnya.
Meski demikian, berdasarkan pengakuan para responder yang jumlahnya 100 orang, terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat menggunakan aplikasi PIT. Hal ini meliputi, kendala sinyal, error, forced closed, hingga freeze.
"Kendala sinyal itu yang paling tinggi, tapi ada solusi yang pasarnya sudah tercipta di lapangan. Salah satunya teknologi satelit yang bisa dipakai untuk mengatasi kendala tersebut," paparnya.
Sementara itu, Plt Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi KKP Aulia Riza Farhan menjelaskan pihaknya juga memiliki teknologi Command Center untuk mendukung sistem pengawasan pelaksanaan Penangkapan Ikan Terukur.
KKP pun akan meningkatkan fitur-fitur yang ada di dalamnya hingga ke pemantauan kondisi terumbu karang dan mangrove. Adapun data-data yang terkumpul dalam sistem tersebut nantinya dapat digunakan untuk mendukung pengambilan kebijakan.
"Saat ini komunikasi di maritim itu sangat dibutuhkan, supaya kita mendapatkan data sehingga menjadi informasi yang berguna untuk policy. Sesuai dengan arahan Pak Menteri bahwa ekologi sebagai panglima, saat ini fokus dari KKP membuat Ocean Bigdata," bebernya.
Tawarkan Starlink
Sementara itu, Chief Executive Officer Telkomsat, Lukman Abd Rauf menegaskan sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pihaknya ditugaskan untuk mentransformasi digital bukan hanya di darat, tetapi di laut seperti yang dibutuhkan KKP.
Dalam hal ini, Telkomsat memiliki produk berbasis satelit LEO dari Starlink yang dipakai untuk menjelaskan keterbatasan jaringan komunikasi di darat maupun di laut. Starlink memiliki satelit LEO dengan ketinggian sekitar 500 -2.000 kilometer.
"Telkomsat bekerja sama dengan SpaceX untuk layanan Starlink backhaul dengan kapasitas hingga 250 Gbps. Sistem komunikasi berbasis orbit rendah LEO dengan ketinggian 550 km yang mampu memberikan layanan dengan latency rendah, throughput tinggi hingga 500 Mbps dan portable (+/- 5kg), sehingga diharapkan dapat menjadi solusi terhadap keterbatasan jaringan komunikasi di darat dan di laut," pungkasnya.
(anl/ega)