Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang menyiapkan implementasi pemungutan cukai atas produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Jika tidak molor lagi, kebijakan tersebut akan berlaku 2024.
"Sekarang ini sedang disiapkan atas pemungutan cukai produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan," kata Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, Mohammad Aflah Farobi saat media briefing Penerimaan Negara dalam APBN 2024 di Hotel Grand Aston, Cianjur, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Aflah menyebut saat ini sedang dilakukan penyiapan regulasi dan pemetaan seberapa besar dampaknya pengenaan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan. Ia tidak ingin adanya kebijakan tersebut justru lebih banyak merugikan daripada untungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang kami sudah dalam tahap penyiapan regulasinya dan pemetaan seberapa besar dampaknya, termasuk kami sedang mensimulasikan jumlah-jumlah nanti penerapannya seperti apa karena kalau kami tidak menyiapkan konteksnya dengan tepat, nanti akan lebih banyak mudharatnya," tuturnya.
Khusus minuman berpemanis dalam kemasan, Aflah membocorkan kriteria yang kemungkinan terbebas dari pungutan tersebut. Dalam tahap awal, golongan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tidak akan dikenakan.
"Contohnya kalau ngomongin MBDK, pertanyaannya orang yang jual minuman yang dipres, yang mesin pres-nya cuma Rp 2-3 juta itu apakah akan dikenakan? Untuk tahap awal menurut kajian kami ini belum kita kenakan," ucapnya.
Aflah memastikan sosialisasi akan terus digencarkan sebelum pemungutan cukai atas produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan diberlakukan.
"Jadi kita masih dalam proses penyiapan regulasi dan konteks untuk sosialisasinya nanti supaya produsennya tidak terkaget-kaget. Nanti menjelang implementasi tentu akan kita gencarkan sosialisasinya dulu," imbuhnya.
Rencana Lama Pengenaan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan
Pengenaan cukai atas produk minuman berpemanis dalam kemasan merupakan rencana lama. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah memaparkan jenis-jenis produk yang akan dikenakan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Februari 2020.
Saat itu Sri Mulyani mengusulkan minuman berpemanis dalam kemasan yang akan dikenakan cukai dibagi menjadi beberapa kelompok seperti teh kemasan, minuman berkarbonasi, dan minuman berpemanis lainnya.
Saat itu, tarif cukai yang ditawarkan Sri Mulyani pada produk minuman berpemanis adalah Rp 1.500 per liter untuk teh kemasan. Produksi teh kemasan ini mencapai 2.191 juta liter per tahun sehingga dari total produksi itu potensi penerimaannya mencapai Rp 2,7 triliun.
Kemudian untuk produk karbonasi, Sri Mulyani mengusulkan tarif cukainya sebesar Rp 2.500 per liter. Tercatat produksi minuman karbonasi ini mencapai 747 juta liter sehingga potensi penerimaan negara mencapai Rp 1,7 triliun.
Lalu untuk produk minuman berpemanis lainnya seperti energy drink, kopi, konsentrat dan lainnya sebesar Rp 2.500 per liter. Total produksi minuman ini sebesar 808 juta liter dengan potensi penerimaan sebesar Rp 1,85 triliun.
Di satu sisi, pemerintah juga memberikan pengecualian atau pembebasan cukai terhadap produk minuman berpemanis dalam kemasan seperti yang dibuat dan dikemas non pabrikasi, madu dan jus sayur tanpa tambahan gula, serta barang yang diekspor.
"Banyak negara yang melakukan pengenaan cukai untuk barang yang membahayakan, salah satunya minuman yang mengandung pemanis," tutur Sri Mulyani di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Rabu (19/2/2020).
Simak juga Video: Tips Memilih Makanan dan Minuman Kemasan yang Aman untuk Tubuh