Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah rampung, dan sudah diundangkan dalam Permendag 31 Tahun 2023.
"Sudah jadi, sudah ditandatangani kemarin sore, sudah diundangkan namanya Permendag 31 tahun 2023," kata Zulhas dalam keterangan tertulis, Selasa (26/9/2023).
Menurutnya kehadiran aturan tersebut dalam rangka menata iklim bisnis di dunia digital. Sehingga persaingan bisnis lebih adil dan tidak memberatkan atau menguntungkan satu pihak saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang sekarang ada itu ditata, diatur agar perdagangannya fair bukan bebas," jelasnya.
Ketua Umum PAN ini menilai platform digital yang menggabungkan antara media sosial dan social commerce dapat mematikan bisnis lainnya, termasuk UMKM.
"Bayangkan kalau satu platform digital menguasai semua yang lain bisa tutup, (oleh karena itu) ini ditata)," tuturnya.
Zulhas mengatakan social commerce hanya boleh mempromosikan atau iklan tanpa melakukan transaksi. Dengan begitu maka persaingan bisnis dapat menjadi lebih sehat.
Lebih lanjut dia menjelaskan Permendag 31 Tahun 2023 bakal mengatur sejumlah aspek seperti pemisahan antara sosial media dengan social commerce hingga tidak boleh merugikan UMKM.
"Pertama (Permendag 31 Tahun 2023) mengatur model bisnis social commerce ini diatur dia harus dipisah dengan sosial medianya. (social commerce) Tidak boleh menggunakan data sosial medianya," jelasnya.
"Social commerce tidak boleh jadi toko, bank, dan transaksi tapi mereka hanya bisa promosi saja iklan silahkan. Kedua, barang yang datang dari luar negeri diatur agar tidak menghancurkan UMKM kita," sambungnya.
Zulhas mengatakan aturan tersebut juga mewajibkan pemilik usaha harus mengikuti sejumlah regulasi lainnya. Dia mencontohkan pelaku usaha di industri kecantikan harus mengantongi izin BPOM. Sementara pelaku usaha makanan harus ada sertifikat halal, dan elektronik harus memiliki SNI.
"Harus punya kewajiban seperti offline. Misalnya offline itu, jualan (produk) beauty harus punya BPOM-nya nggak boleh langsung barang dari mana-mana dijual ke konsumen, tahu-tahu mukanya (konsumen bisa) jerawatan. Jadi harus ada izin dari BPOM, makanan harus ada sertifikat halal, elektronik harus ada SNI-nya," jelasnya.
Zulhas menegaskan aturan tersebut harus dipatuhi sehingga kualitas barang yang diterima oleh konsumen bisa terjamin serta sesuai dengan ketentuan yang ada di Indonesia.
"Harus memenuhi kriteria yang berlaku di Indonesia. Nggak bisa datang langsung dijual ke rumah tanpa diatur, nggak bisa gitu lagi," tutup Zulhas.
(prf/ega)