Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berperan untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Karena itu, penggunaan APBN yang sehat dan tepat diperlukan untuk menyejahterakan rakyat.
Agar APBN bisa tetap sehat dan berperan optimal, diperlukan penerapan spending better atau belanja berkualitas. Hal tersebut untuk menjaga stimulus perekonomian.
"APBN bukan sekadar angka. Namun, merupakan instrumen yang di dalamnya terdapat arah dan strategi," ujar Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Wahyu Utomo dalam keterangan tertulis, Jumat (29/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, ia memaparkan bukti nyata belanja berkualitas yang telah dilakukan pemerintah dalam kurun sewindu ini. Di antaranya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur.
Menurutnya kedua sektor tersebut menjadi kunci penting dalam mengakselerasi transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Ia juga menilai untuk mewujudkan SDM unggul, maka belanja pendidikan dalam kurun 2014-2022 telah berhasil menambah jumlah sekolah untuk SD sebanyak 1,5 ribu sekolah, SMP 4,9 ribu sekolah, dan SMA/SMK sebanyak 3,6 ribu sekolah.
Hal itu juga diikuti dengan penambahan gedung sekolah juga diikuti dengan peningkatan rata-rata lama sekolah dari 7,85 tahun menjadi 8,87 tahun untuk anak perempuan dan dari 8,61 tahun menjadi 9,28 tahun untuk anak laki-laki.
Bukan hanya di bidang sekolah, belanja negara di bidang kesehatan juga terus dioptimalkan untuk meningkatkan produktivitas. Ini terlihat dari bertambahnya jumlah rumah sakit yang menjadi 2.522 dari sebelumnya hanya 1.855.
Wahyu menambahkan alokasi anggaran penanganan COVID-19 pada kurun 2020-2022 pun termasuk untuk vaksinasi juga berhasil mengeluarkan masyarakat dari tekanan pandemi.
"Artinya selama ini pemanfaatan anggaran pendidikan, kesehatan, untuk mendukung sumber daya manusia yang unggul itu punya dampak positif. Perbaikan pada kualitas pendidikan, perbaikan pada kualitas dan layanan kesehatan," terang Wahyu.
![]() |
Wahyu juga menuturkan pemerintah juga fokus melakukan belanja berkualitas untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Itu dilakukan melalui berbagai kebijakan yang melindungi daya beli masyarakat, baik melalui berbagai program perlinsos maupun pemberian subsidi yang tepat sasaran.
Hasil dari kebijakan tersebut adalah tingkat kemiskinan tercatat menurun. Data pada tahun 2014 menunjukkan tingkat kemiskinan sebesar 11,25% menurun menjadi 9,41% di tahun 2019. Selain itu pada tahun 2023, tingkat kemiskinan semakin menurun ke level 9,36%.
Penurunan angka kemiskinan tersebut dinilai sejalan dengan semakin meningkatnya jangkauan program keluarga harapan (PKH) dari 2,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM) pada 2014 menjadi 10 juta KPM di 2022.
Bukan hanya kemiskinan, pengoptimalan APBN juga mampu menurunkan tingkat pengangguran. Pada periode 2014-2019, di Indonesia tercipta lapangan kerja sebanyak 17,9 juta orang (neto). Angka tersebut menurun sebesar 0,3 juta orang (neto) akibat pandemi (2020).
Karena itu, pemulihan ekonomi pada 2021-2022 dinilai mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak 6,8 juta orang (neto), sehingga angka pengangguran turun ke angka 5,45% di tahun 2023.
Simak Video "Video: Bahlil Bantah Isu Jadi Menko Perekonomian Gantikan Airlangga"
[Gambas:Video 20detik]