Penataan tenaga non-ASN alias honorer menjadi salah satu isu krusial yang tengah mendapat perhatian pemerintah. Rencananya, PPPK akan menjadi salah satu opsi untuk penataan honorer.
Hal ini selaras dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang baru saja disetujui dalam Rapat Paripurna DPR menjadi Undang-Undang. Aturan ini diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk isu tersebut.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan, akan terdapat perluasan skema dan mekanisme kerja PPPK sehingga bisa menjadi opsi dalam penataan tenaga honorer.
"Berkat dukungan DPR, RUU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN yaitu tidak boleh ada PHK massal, yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal," ujarnya, dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (5/10/2023).
Menyangkut opsi ini nantinya akan dibahas lebih detail dalam Peraturan Pemerintah (PP). Anas menambahkan, beberapa prinsip krusial yang akan diatur di PP adalah tidak boleh ada penurunan pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini. Menurutnya kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan sangat signifikan.
"Ada lebih dari 2,3 juta tenaga non-ASN, kalau kita normatif, maka mereka tidak lagi bekerja November 2023. Disahkannya RUU ini memastikan semuanya aman dan tetap bekerja. Istilahnya, kita amankan dulu agar bisa terus bekerja," kata Anas.
Selain itu, penataan tenaga honorer ini akan dikebut hingga akhir tahun 2024 mendatang. Informasi ini tertera dalam UU ASN 2023. Sejak UU tersebut diberlakukan, instansi pemerintahan dilarang untuk mengangkat tenaga honorer.
"Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN," bunyi ayat 1 pasal 65 Bab XIII Larangan, dikutip dari salinan draft RUU ASN 2023.
"Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di Instansi Pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-ASN," lanjut bunyi ayat 2.
Kemudian, dalam ayat 3 pasal 65 UU tersebut juga disebutkan bahwa pejabat yang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku Instansi Pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain Pegawai ASN," bunyi pasal 66 BAB XIV Ketentuan Penutup.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya wacana pengangkatan honorer menjadi PPPK sudah pernah disinggung Anas. Rencananya, nanti akan ada konsep PPPK paruh waktu atau part time. Namun skema ini tak masuk ke dalam RUU ASN.
Anas mengatakan, konsep tersebut sebaiknya diatur dalam PP. Alasannya, frasa paruh waktu terlalu teknis dan berkaitan dengan jam kerja. Oleh karenanya ada kemungkinan dilakukan penyesuaian di masa mendatang sesuai dengan tantangan dan perkembangan zaman.
"Untuk itu pemerintah berpandangan pengaturan terkait dengan PPPK yang dapat bekerja secara penuh waktu sebaiknya diatur dalam peraturan pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana dari UU ini," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Meski begitu Anas menyatakan terima kasih kepada DPR RI yang mengusulkan konsep tersebut. Salah satu tujuan RUU ASN untuk menyelesaikan pendataan tenaga honorer melalui perluasan konsep PPPK.
Simak juga Video 'Anggota DPRD Tana Toraja Ngamuk saat Rapat Bahas Honorer Putus Kontrak':
(shc/kil)