Puluhan fotografer dan kameraman televisi yang datang ke Stasiun Senen menjelang lebaran 2012 kecele. Di sana mereka tak lagi mendapati pemandangan dramatis yang rutin terjadi setiap musim mudik tiba. Tak ada antrean panjang calon penumpang. Tak ada anak kecil atau perempuan terjepit saat antre tiket. Tak ada balita yang dipaksakan masuk gerbong lewat jendela kereta. Singkat kata, segala keruwetan pelayanan yang sudah mendarah daging di stasiun terurai. Berakhir.
Tapi tidak dengan kondisi ujung barat Pulau Jawa. Tepatnya di pelabuhan Merak, Banten. Kala itu kemacetan menuju pelabuhan sangat parah. Berbagai kendaraan antre sepanjang 26-27 km. Di luar membeludaknya jumlah kendaraan dan infrastruktur jalan yang sempit, pelayanan di pelabuhan yang super lelet ikut memberi andil. Calo dan joki tiket serta para preman pelabuhan berbaur dan berkongsi dengan para petugas resmi pelabuhan.
![]() |
Ketika dipercaya memimpin PT ASDP (Angkutan Sungai, danau, dan Pelabuhan) Indonesia Ferry menjelang libur Natal 2017, Ira Puspadewi menyaksikan langsung kondisi semacam itu. Selama dua pekan, di musim libur natal hingga liburan tahun baru 2018, dia nongkrong di Pelabuhan Merak. Di situ, mantan Dirut PT Sarinah itu mencatat, mengidentifikasi, dan mencarikan berbagai alternatif solusi untuk membenahi pelayanan ASDP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah pertama yang ditempuh adalah menetapkan standar kebersihan, mengatasi bottleneck operasi, memperbaiki kapasitas manajemen pelabuhan, hingga digitalisasi pertiketan. "Keberadaban suatu masyarakat tercermin pada kebersihan toiletnya," kata Ira yang pernah menjadi Direktur Ritel dan Sumber Daya Manusia PT Pos Indonesia.
Selain calo dan joki, ASDP juga menghadapi kelompok petruk atau petugas truk. Di Merak, misalnya, ada sekitar 700 petruk yang menjual jasa untuk mengawal truk dari sebelum masuk ke pelabuhan hingga menuju kapal yang siap berangkat. Mereka mendesak setiap pengemudi kendaraan angkutan untuk mengikuti arahannya. Para petruk itu umumnya berkelompok, diorganisasikan oleh tokohnya masing-masing.
Untuk membenahi sistem pertiketan, Ira Puspadewi yang juga pernah selama 17,5 tahun berkarir di GAP Inc, menggandeng PT Telkom. Kolaborasi ini kemudian melahirkan aplikasi Ferizy (naik feri easy atau mudah). Hal ini tentu bukan sekadar berupa pengembangan aplikasi digital melainkan juga transformasi manajemen pelabuhan yang serius.
"Tapi yang tersulit dari transformasi manajemen pelabuhan ini adalah mengubah perilaku pengguna jasa kapal dan pelabuhan ASDP yang biasa go show, untuk berganti menggunakan Ferizy," kata Ira seperti tertuang dalam buku 'Elevating Civilization to the Next Level' karya Yeyen Rostiyani, dkk.
Uji coba Ferizy dimulai saat musim libur lebaran 2020 yang tidak terlalu ramai karena dalam kondisi pandemi Covid-19. Setelah terbukti berjalan baik, Ferizy resmi digunakan sebagai sistem pertiketan di empat pelabuhan utama ASDP, yakni Merak, Bakauheni, Ketapang, dan Gilimanuk.
Lantas bagaimana dengan nasib ratusan petruk yang terkena dampak digitalisasi tersebut? ASDP di bawah komando Ira tentu tidak menutup mata. Karena itu dia menggandeng BUMN lain, yakni BRI. Para petruk didorong untuk beralih menjadi agen jasa pembayaran digital, seperti menjadi agen BRI-Link untuk pembayaran berbagai hal. "Alhamdulillah, akhirnya semua dapat berjalan dengan baik," ujar Ira yang meraih Master dari Asian Institute of Management, Filipina.
Transformasi pelayanan dengan memanfaatkan teknologi pada gilirannya berdampak positif pada neraca keuangan ASDP. Pada 2019, ASDP meraih pendapatan di atas Rp 3,3 triliun dengan laba Rp 255 miliar. Di tengah pandemi, 2020, pendapatan cuma berkurang 2,5% menjadi Rp 3,04 triliun dengan laba Rp 181 miliar.
Pada 2021, ASDP mencatat pendapatan tertinggi Rp 3,55 triliun dengan laba Rp 326 miliar. Pada 2022 meningkat menjadi Rp 585 miliar.
Dari sisi aet, hingga 2022 ASDP memiliki 4 kantor regional dan 29 kantor cabang untuk mengelola 35 pelabuhan penyeberangan di seluruh Indonesia. Jumlah armada kapal mencapai 223 kapal, dan sekitar 6.000 karyawan.
Dalam buku setebal 234 halaman yang terbagi ke dalam 10 bab ini, Yeyen yang sekitar seperempat abad berkiprah sebagai jurnalis di Republika, tak menjadikan sosok Ira Puspadewi sebagai fokus cerita. Barangkali memang Ira pun tak ingin dikultuskan. Sebab keberhasilannya memimpin ASDP tak lepas dari kolaborasi dengan jajaran direksi dan sokongan jajaran komisaris yang mumpuni. Juga melibatkan Pemda-pemda terkait.
Terlepas dari itu, menyimak paparan buku ini mengingatkan pada kiprah Ignatius Jonan dalam membenahi PT KAI. Kiprah Jonan yang berlatar keuangan membenahi PT KAI, 2009-2014, menjadi semacam kisah yang melegenda. Seperti ditulis Hadi M. Djuraid dalam buku 'Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia', pembenahan wajah kereta api antara lain dimulai dari toilet.
Jonan mewajibkan semua toilet di stasiun dan gerbong bersih, harum, dan terang. Merekrut para ahli IT dan membenahi infrastruktur, seperti memasang pintu elektronik sehingga steril dari penumpang gratisan, pembelian tiket online, sistem boarding pass, dan memasang AC di semua gerbong.
(jat/kil)