Langka! Ada Musala Ini Berdiri di Tengah Proyek Tol Serang-Panimbang, Kok Bisa?

Langka! Ada Musala Ini Berdiri di Tengah Proyek Tol Serang-Panimbang, Kok Bisa?

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 01 Nov 2023 08:30 WIB
Musala di Tengah Tol Serang-Panimbang
Foto: Ignacio Geordy Oswaldo
Jakarta -

Di tengah proyek tol Serang-Panimbang seksi II, berdiri sebuah musala dengan kondisi mengenaskan. Musala ini berada di Desa Pasir Gintung, Kec Cikulur, Kab Lebak, Banten.

Kondisi Musala Saat Ini, berdasarkan pantauan detikcom di lokasi, Selasa (31/10/2023), Musala ini berada tepat di depan proyek jalur tol Serang-Panimbang seksi II. Jarak antara Musala dengan jalur tol yang sudah di beton kurang-lebih 10 meter.

Belum diketahui musala ini berada di kilometer berapa jalan tol, namun bangunan yang terlihat sudah lama terbengkalai ini berada beberapa meter lebih rendah dari jalan desa di dekatnya. Di sisi kanan Musala terdapat jalur proyek tol yang sudah rata dengan tanah, namun belum dibeton. Jalur ini 3-5 meter lebih rendah dari musala.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlihat posisi bangunan ini lebih tinggi beberapa meter dari area di sekitarnya. Dari luar, di sekitar bangunan ini tumbuh banyak semak belukar yang tambak merambat dari tanah hingga ke atas atap Musala.

Mendekat ke arah musala, detikcom perlu melewati gundukan tanah pembatas antara jalan desa dengan proyek tol. Terlihat di sisi kiri bangunan juga sudah ada jalur air mengikuti arah jalan tol Serang-Panimbang seksi II. Posisi jalur air ini kurang lebih memiliki ketinggian yang sama dengan bangunan tersebut.

ADVERTISEMENT

Hanya saja antara jalur air dengan Musala terdapat sebuah jalan kecil dari tanah dengan lebar kurang lebih 4 meter. Posisi jalan ini melandai dari saluran air menuju bangunan. Karenanya titik jalan yang tepat bersebelahan dari Mushola memiliki ketinggian sekitar 2 meter lebih rendah dari posisi bangunan.

Sedangkan tepat di depan Musala yang menghadap jalan tol, posisi bangunan berada kurang lebih 3-5 meter lebih tinggi. Kondisi ini membuat bangunan ini tampak sangat terisolasi dari area di sekitarnya.

Untuk bisa masuk ke dalam Musala, detikcom mulai mendekat dari titik yang ketinggiannya hanya sekitar 2 meter di bawah bangunan. Setelahnya perlu mendaki tanah yang sangat curam dengan kemiringan hampir 90Β°.

Karenanya saat mencoba mendaki, perlu berpegang pada semak belukar yang terjuntai dari bawah bangunan. Setelah naik terlihat tanah yang tersisa di sekitar Musala kurang dari 1 meter. Begitu juga dengan tanah di sekitar bangunan yang hanya tersisa kurang dari 50 cm.

Terus mendekat ke arah bangunan, Musala ini berukuran kurang lebih 6Γ—6 meter dengan warna cat luar krem yang sudah terlihat kusam. Terdapat satu pintu masuk utama dari kayu dengan jendela di sisinya. Tampak juga pintu dan jendela lain di sisi kanan dan kiri Musala. Lalu di sisi kanan bangunan terdapat tempat wudhu dan satu WC kecil.

Melihat ke dalam bangunan, Musala ini sudah kosong tanpa isi apapun. Dinding bagian dalam di cat warna biru cerah dan tidak ada mimbar ataupun karpet terlihat di lokasi. Lantai-lantai ubin berwarna putih Musala juga terlihat sudah kusam menghitam.

Di beberapa titik terlihat lantai-lantai bangunan sudah hancur menjadi puing. Begitu pula dengan atap Musala yang sebagian sudah hancur. Kondisi ini menunjukkan bagaimana bangunan tersebut sudah lama ditinggalkan.

Alasan Bisa Ada Musala di Tengah Proyek Tol
Lurah Desa Pasir Gintung, Jarwo Budi, menjelaskan tanah tempat Musala itu berdiri merupakan tanah wakaf milik salah seorang warga setempat. Namun bangunan tersebut belum bisa dibongkar karena pemerintah, dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian PUPR, belum membayar biaya pembebasan tanah.

"Kendalanya pertama di sisi relokasi, pemindahan. Terutama tanah penggantinya itu masih belum dibayarkan dari pihak PPK," kata Jarwo kepada detikcom, Selasa (31/10/2023).

"Hanya itu doang sih masalahnya, terkait pembayaran. Jadi berhubung tanah penggantinya belum dibayarkan, warga yang mempertahankan 'jangan dulu dibongkar kalau lahannya belum digantikan' gitu," jelasnya lagi.

Jarwo mengatakan warga setempat, khususnya ahli waris, merasa takut bila pembongkaran dilakukan sebelum pembayaran dilakukan, kedepannya mereka tidak memiliki kepastian terkait biaya pembebasan tanah tersebut.

"Berhubung ahli warisnya bertahan, itu dibongkar, ini jalan dibangun, Musala (baru) dibikinkan, tanahnya kapan digantikannya? makanya waktu mereka bertahan," ungkap Jarwo

Sementara itu, untuk bangunan Musala sendiri, Jarwo mengatakan pihak warga bersama aparatur desa, Kementerian Agama, dan pengembang telah sepakat untuk membangun Musala baru di desa tersebut.

Namun pembangunan Musala baru ini baru bisa dilakukan usai bangunan Musala sebelumnya (yang berada di tengah proyek) dibongkar. Sayang, karena belum ada pembayaran pembebasan tanah inilah makanya bangunan tersebut belum bisa direlokasi.

"Musala-nya itu bangunannya udah disepakati, dipindahkan ke kampung. Musala-nya sudah ada lahannya kan, cuma tanahnya ini harus dipindahkan (dibayarkan terlebih dahulu) kan," ungkap Jarwo.

Ia berharap pihak PPK segera melakukan pembayaran biaya pembebasan tanah agar Musala tersebut bisa segera direlokasi. Sebab banyak warganya yang sudah menunggu pembangunan Musala baru agar bisa dimanfaatkan untuk beribadah.

"Terkait relokasi Musala agar segera dipercepat, karena warga sedang menunggu ingin dimanfaatkan kan Musala tersebut. Kalau seperti itu kan dibiarkan bertahun-tahun tidak manfaat kan, kalau dibangunkan (Musala baru), dipakai kan bisa bermanfaat. Lebih cepat lebih bagus menurut saya mah," jelasnya.

Pemilik Musala
Lebih lanjut, Jarwo mengatakan musala tersebut telah dibangun sekitar tahun 2015-2016. musala ini berdiri di atas tanah wakaf dan dibangun secara gotong royong oleh warga desa setempat.

"Yang bangun musala itu ada, kalau saya tanya masyarakat itu (hasil) gotong royong masyarakat, tapi ada campur tangan pihak-pihak luar bantu di situ," kata kata Jarwo kepada detikcom, Selasa (31/10/2023).

Untuk kepemilikan tanah wakaf tempat musala tersebut, saat ini sudah dipegang oleh alih waris bernama Anah. Sebelumnya tanah tersebut diwakafkan sebagai musala oleh sang ayah sebelum meninggal.

"Tanahnya itu wakaf dari Ibu Anah ini, keluarga Ibu Anah, bapaknya almarhum. Bapaknya almarhum terus diwariskan ke ibu Anah ini," ungkapnya.

Sayang kini tempat ibadah itu harus dibiarkan terbengkalai karena tanah tempat musala belum dibebaskan pemerintah. Padahal musala sendiri sudah tidak bisa digunakan sejak proyek tol tersebut berlangsung pada 2020 lalu.

"Itu (dibiarkan terbengkalai) sejak penggarapan tol aja. Digarapnya itu sekitar tahun 2020. Sejak saat itu sudah nggak dipakai," jelasnya.

Lebih lanjut Jarwo mengungkapkan bila Musala tersebut belum bisa dibongkar karena pihak pemerintah, dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian PUPR, belum membayar biaya pembebasan tanah. Untuk biaya pembebasan sendiri, tanah tersebut ditaksir bernilai sekitar Rp 42 juta.

"Tanahnya itu Rp 40 juta, eh Rp 42 juta, jadi ahli waris mempertanyakan, kan tanahnya ini Rp 42 juta istilahnya mau dikemanakan kan gitu," katanya.

"Tinggal nunggu pembayaran tanah pengganti, sudah tinggal dibongkar. Ini kan dipertahankan oleh keluarga ahli waris dan warga 'jangan dulu dibongkar, jangan dulu dibangun kalau belum beres pembayaran'," ucap Jarwo lagi.

(rrd/rir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads