Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak formula penetapan upah dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Padahal, regulasi tersebut berfungsi sebagai acuan penetapan Upah Minimum Provinsi pada 2023. Elemen buruh menolak formula yang berada pada revisi PP tersebut karena dinilai tidak sesuai dengan harapan buruh di seluruh Indonesia.
"Pertama, Partai Buruh dan KSPI menolak isi revisi PP Nomor 36 tentang Pengupahan. Karena revisi PP Nomor 36 tentang pengupahan tersebut tidak sesuai dengan harapan para buruh di Seluruh Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah menolak formulasi kenaikan upah minimum," ucap Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam konferensi pers daring, Jumat (10/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Said Iqbal mengatakan, bahwa dalam Undang-Undang Cipta Kerja, formula kenaikan upah minimum disebut mengacu berdasarkan tiga indikator yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Khusus indeks tertentu, angkanya berkisar di angka 0,1% sampai 0,3%. Karena faktor indeks tertentu ini, ia menjelaskan bahwa elemen buruh menyuarakan penolakan untuk kenaikan upah minimum.
"Buat apa pakai indeks-indeks 0,1% dan sebagainya. Formulanya njelimet, itu namanya orang pinter ngebodohin orang kecil," jelasnya.
Menurut Said, tuntutan kenaikan upah 15% yang diminta para buruh sudah konkret. Sejumlah ini dinilai sudah mencukupi situasi yang dihadapi oleh para buruh seperti kenaikan harga telur, beras, dan bahan bakar minyak, serta kondisi makro ekonomi Indonesia yang sudah menjadi upper middle income country. Di negara-negara lain, ia bahkan kenaikan upah setiap tahunnya bisa mencapai angka lebih dari 15%.
"Data inflasi umum pemerintah yang angka 2,8% buat 2024 tidak mencerminkan realitas di lapangan makanya kami menggunakan acuan bahan pokok. Di Brazil gaji naik 13%, Amerika 30%. Rata-rata negara di dunia itu naiknya antara 20-30%. Indonesia cuma naik 15% saja kok berat?" tegasnya.
Selain itu hingga saat ini, Said pun menjelaskan pihaknya belum memperoleh kabar resmi mengenai perkembangan pembahasan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Padahal, Said mengatakan bocoran draft tersebut sudah beredar di media sosial.
Oleh sebab itu, ia menjelaskan pihaknya menganggap bahwa revisi PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan belum final. Partai Buruh dan KSPI pun mencoba meyakinkan pemerintah bahwa formula pengupahan yang berisi 'indeks tertentu' itu tidak tepat dan berpihak kepada elemen buruh.
"Sampai hari ini tidak ada (berkas resminya). oleh karena itu kami berpendapat revisi belum final. Kami masih bisa mencoba meyakinkan bahwa perhitungan upah ini salah," bebernya.
Sebelumnya, berdasarkan catatan detikcom, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, mengatakan pembahasan mengenai revisi PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan bakal rampung pada 31 Oktober. Setelah kegiatan aspirasi selesai, peraturan mengenai PP yang menjadi acuan UMP pun bakal dikeluarkan
"Aspirasi juga dilakukan, hampir finish, terakhir kita lakukan serap aspirasi 31 Oktober. Setelah itu selesai (baru) kita akan tuangkan dalam peraturan pemerintah pengganti PP 36," ucapnya di JIEXPO Kemayoran pada Jumat (27/10/2023).
Ida kemudian menjelaskan bahwa pembahasan mengenai UMP sedang dalam proses. Ia menjelaskan kegiatan serap aspirasi sedang dilakukan dan ditarget selesai 31 Oktober 2023. Setelah pembahasan dirampungkan, barulah payung hukum UMP dikeluarkan. Peraturan tersebut akan merevisi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang menjadi acuan penetapan UMP.
Kendati demikian, Ida tidak menggubris saat ditanya perihal jumlah kenaikan UMP. Ia juga tidak menjawab perihal desakan yang meminta pemerintah mendongkrak upah minimum provinsi (UMP) 2024 naik 15%.
(eds/eds)