Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian mengungkapkan kemungkinan adanya status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dicabut. Pencabutan status KEK akan dilakukan jika tidak ada investasi yang masuk secara signifikan.
"Sesuai arahan Pak Presiden, kita akan evaluasi kalau sampai tengah tahun depan nanti ada yang tidak signifikan pertumbuhan investasinya, kita harus cabut (status KEK)," kata Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso di Fairmont Hotel Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Susi mengatakan saat ini terdapat 20 KEK yang terdiri dari 10 KEK industri dan 10 KEK pariwisata. Secara kumulatif hingga kuartal III-2023 telah mencatatkan nilai investasi Rp 140 triliun dan menyerap 86.273 tenaga kerja dari 318 pelaku usaha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak 20 tersebut yakni KEK Arun Lhokseumawe, KEK Sei Mangkei, KEK Batam Aero Technic, KEK Galang Batang, KEK Kendal, KEK Gresik, KEK Sorong, KEK Bitung, KEK Palu, KEK MBTK, KEK Nongsa, KEK Tanjung Kelayang, KEK Tanjung Lesung, KEK Lido, KEK Morotai, KEK Likupang, KEK Mandalika, KEK Kura-kura Bali, KEK Sanur, dan KEK Singhasari.
Belum diketahui KEK mana yang berpotensi dicabut. Susi menyebut sedang mengevaluasi terhadap KEK yang berada di wilayah Indonesia Timur dan diharapkan akhir tahun ini sudah ada hasilnya.
"Memang ada beberapa KEK yang beberapa di Indonesia Timur sedang kita review, kita evaluasi. Mereka investasinya terus nambah, cuma kan sudah kita kasih target. Kalau targetnya tidak terpenuhi, ya kita review lagi," tuturnya.
Meski begitu, Susi menekankan bahwa dicabutnya status KEK bukan berarti kawasan tersebut ditutup, melainkan tidak lagi mendapatkan keistimewaan fasilitas fiskal. Ia berharapnya ada investasi baru masuk sehingga tidak perlu ada KEK yang dicabut.
"Sayang kalau kita cabut karena nggak mudah bikin KEK. Satu KEK itu satu PP khusus, menetapkan KEK dan 1 Keppres menetapkan dewan kawasannya," ujar Susi.
Indikator Capaian Kinerja KEK Direvisi
Di sisi lain, pemerintah juga sedang mereview kembali indikator capaian kinerja KEK. Selama ini indikator itu hanya dilihat berdasarkan investasi dan penyerapan tenaga kerja.
"Kan masing-masing sektor beda-beda. Kalau manufaktur ya pasti besar lah, tapi untuk Singhasari kan pendidikan, nggak bisa disamain gitu masing-masing KEK. Makanya kami dengan LPEM UI sedang mereview indikatornya itu apa saja," beber Susi.
Susi menjabarkan kemungkinan indikatornya juga akan dilihat dari dampak Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) hingga multiplier effect-nya.
"Memang kami akan hitung ulang semua targetnya dengan yang lebih lengkap indikatornya, bukan hanya realisasi investasi dan lapangan kerja," imbuhnya.
(aid/das)