Harga beras belakangan ini masih tinggi. Pedagang menyebut, kenaikan harga beras karena harga gabah yang juga tinggi.
Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan meroketnya harga gabah bukan menjadi faktor tunggal meningkatnya harga beras. Ia mengatakan ada faktor lain yang membuat harga beras naik.
"Karena sulit memperoleh gabah terjadi persaingan di lapangan. Persaingan di lapangan ini kadang-kadang menjadi tidak sehat," ucap Sutarto saat dihubungi detikcom, Senin (13/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sutarto mengatakan, persaingan tidak sehat itu disebabkan sejumlah pengusaha yang mempunyai modal kuat membeli stok gabah di tingkat penggilingan dalam jumlah besar. Alhasil, stok gabah yang tersedia pun menipis. Kenaikan harga pun terjadi ketika jumlah stok tidak cukup untuk memenuhi permintaan gabah yang tinggi.
"Nah dengan naiknya harga gabah seperti itu, pengaruhnya pasti ke harga beras. Harga beras naik," sambungnya.
Faktor lainnya, Sutarto mengatakan pemerintah masih saja menerbitkan izin untuk mendirikan pabrik penggilingan padi, khususnya di daerah-daerah yang sudah memiliki jumlah pabrik berlebih. Padahal, Sutarto menilai sejak awal yang jadi persoalan adalah bukan kemampuan pabrik tersebut, namun kemampuan produksi gabah kering di tingkat petani yang menurun.
Oleh sebab itu, ia menilai pemerintah sebaiknya membenahi dan mengefisienkan pabrik yang sudah ada. Sebab, penambahan pabrik penggilingan padi baru tidak menjadi solusi atas melonjaknya harga gabah di tingkat petani.
"Pemerintah tetap memberikan izin pada pabrik-pabrik baru, tapi di lain pihak produksi gabah tidak meningkat, bahkan tahun ini turun. Di situ lah persaingan terjadi dan namanya bisnis, tidak mudah agar perebutan tidak terjadi. Pabrik yang lama itu harusnya diperbaiki. (Kalau) Alasannya yang lama tidak efisien tidak boleh begitu, kan itu sudah ada dan bakal jalan terus kalau bahannya (gabah) ada. Situasi di lapangan seperti itu," tegasnya.
Adapun penyebab lainnya, ucap Sutarto, adalah menurunnya jumlah produksi padi atau paceklik. Paceklik terjadi ketika tingkat produksi padi tidak bisa memenuhi kebutuhan setiap bulan. Untuk menyiasati hal tersebut, ia pun menyarankan agar pemerintah mengambil dua langkah.
Pertama, membanjiri pasar dengan bantuan sosial dan operasi pasar untuk memenuhi permintaan beras di pasar. Kedua, menyiapkan surplus hasil panen raya untuk mencukupi ketersediaan stok.
Khusus solusi pertama, Sutarto membenarkan bahwa pemerintah sudah melakukan bantuan sosial dan operasi pasar. Namun ia menyarankan agar program tersebut bisa dipercepat dan dalam jumlah lebih besar. Jika hal ini tidak dilakukan, Sutarto mengatakan harga beras di pasar akan selalu tinggi dalam jangka panjang.
"Bantuan sosial dan operasi pasar itu keluarnya harus lancar dan jumlahnya harus kuat. Kalau keluarnya tidak lancar harga tidak akan turun. Turunnya sangat pelan," tandasnya.
(ara/ara)