Konflik Hamas-Israel Bikin Maskapai Boncos, Penjualan Tiket Turun

Konflik Hamas-Israel Bikin Maskapai Boncos, Penjualan Tiket Turun

Samuel Gading - detikFinance
Rabu, 15 Nov 2023 12:07 WIB
Ilustrasi pesawat
Ilustrasi/Foto: Ilustrasi pesawat (iStock)
Jakarta -

Konflik antara Hamas dan Israel berdampak ke industri penerbangan. Pembelian tiket turun 20% usai konflik pecah dan bisa berdampak ke keuntungan maskapai.

Beberapa hari setelah serangan Hamas, sejumlah maskapai penerbangan besar mengurangi penerbangan ke Bandara Internasional Ben Gurion di Tel Aviv, Israel. Namun bukan hanya Israel, jumlah permintaan perjalanan udara di sejumlah negara dan wilayah yang bertetangga dengna Israel juga terdampak signifikan.

Mengutip CNBC, Rabu (15/11/2023), ForwardKeys mencatat, dalam periode tiga pekan sebelum 7 Oktober, penerbitan tiket dari Timur Tengah hanya turun 3% dibandingkan 2019, yang menunjukkan pemulihan stabil setelah pandemi COVID-19. Kendati demikian setelah perang pecah, jumlah penerbitan tiket ke Timur Tengah menurun 12% dibanding 2019.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, penurunan terbesar terjadi pada penerbangan dari Amerika Serikat (AS) yang turun 4% tiga pekan setelah pecahnya konflik Hamas-Israel. Sementara itu, jumlah wisatawan asing ke Timur Tengah juga turun 26 poin dalam jangka waktu tersebut. Penurunan jumlah wisatawan terbesar dialami Israel, Arab Saudi, Yordania, dan Lebanon.

Data ini diperoleh ForwardKeys dari Industri Asosiasi Transportasi Internasional yang mencakup maskapai penerbangan internasional, tapi tidak mencakup perusahaan maskapai berbiaya rendah seperti easyJet atau Ryanair.

ADVERTISEMENT

Pada pertengahan Oktober 2023, maskapai AS, United Airlines menyatakan bahwa konflik Hamas-Israel dipastikan menggorogoti keuntungan perusahaan dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Pasalnya, maskapai tersebut adalah salah satu yang memiliki jumlah penerbangan paling banyak ke Israel dibanding maskapai AS lainnya.

Jaringan penerbangan United Airlines mencakup keberangkatan dari Washington DC, Newark, New Jersey, dan San Fransisco, yang mencakup 2% dari total kapasitas penerbangannya.

"Panduan kuartal IV untuk United Airlines suram dan lebih buruk dari perkiraan kami. Mengingat proyeksi bahwa ini akan menjadi perang yang panjang, kami melihat kisaran perkiraan yang lebih rendah dan dengan asumsi tidak ada layanan pada akhir tahun," tulis Analis Penerbangan TD Cowen Helane Becker dalam sebuah catatan setelah perkiraan pendapatan United Airways dikeluarkan.

Masih ada maskapai yang layani penerbangan ke Israel. Cek halaman berikutnya.

Simak Video: Hamas: 25 dari 35 RS di Gaza Tak Dapat Beroperasi Akibat Serangan Israel

[Gambas:Video 20detik]



Tetap Terbang Selama Aman

Kendati konflik Hamas-Israel masih membara, Etihad Airways memutuskan tetap melayani penerbangan ke Israel. Etihad membuka rute penerbangan Abu Dhabi-Tel Aviv sejak April 2021, delapan bulan setelah hubungan Israel dan UEA kembali normal karena Abraham Accords atau Perjanjian Abraham.

CEO Etihad Airways Antonoaldo Neves membenarkan bahwa perang Hamas-Israel berdampak bagi perusahaannya. Namun, ia menjelaskan maskapai memutuskan untuk membuka jalur penerbangan karena masih ada permintaan.

"Ini berdampak. Permintaan kami ke Israel masih ada, tapi jumlahnya tidak sebesar dulu," ujar Antonoaldo.

Antonoaldo menjamin keamanan para penumpang dengan memantau perkembangan yang ada setiap hari. Dalam jangka panjang, ia berharap situasi akan mereda. Namun ia menegaskan bahwa Etihad tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata.

"Saya tidak akan memberitahu Anda hal itu tidak berdampak. Ketika keadaan kembali normal, saya yakin semua orang akan ingat Etihad tidak hanya didorong oleh keuntungan. Sebagai perusahaan transportasi, kami mempunyai kewajiban untuk hadir saat kami hasilkan uang dan saat kami menghasilkan lebih sedikit uang. Jadi itulah pendekatan yang kami ambil, selama aman, kami akan terus terbang," jelasnya.

Sementara diwawancara terpisah, Presiden Emirates Tim Clark, mengatakan bahwa pihaknya mempunyai pandangan yang optimis terhadap jumlah permintaan penerbangan. Selama 35 tahun terakhir ia menjelaskan isu geopolitik memang selalu mencuat di permukaan publik, namun Tim mengatakan jumlah permintaan tiket pesawat masih tetap kuat.

"Saya tidak akan berpuas diri dan mengatakan bahwa kita kebal terhadap berbagai permasalahan, karena ini adalah permasalahan yang sangat sulit untuk dihadapi oleh Timur Tengah. Tetapi sejauh menyangkut pemesanan tiket jumlahnya tetap kuat.

Tim mengatakan ada sejumlah agenda besar yang akan mengundang wisatawan ke Dubai seperti agenda COP 28 tentang Perubahan Iklim yang akan terlaksana pada Desember 2023, serta Natal dan tahun baru.

Untuk menunjukkan optimisme jangka panjangnya, Emirates Airline pada Senin (13/11) menandatangani kesepakatan besar pertama di Dubai Airshow 2023 dengan memesan 95 pesawat Boeing US$ 52 miliar atau Rp 806 triliun (kurs Rp 15.502).

"Banyak hal lain yang terjadi di Dubai dan Dubai sendiri kini merupakan kota yang sangat kuat, kota metropolis global, yang mendatangkan bisnis. Jadi dengan semua itu, meskipun ada kesulitan di Timur Tengah saat ini, saya pikir kita akan baik-baik saja," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(ara/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads