Sekjen Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) I Ketut Budhyman Mudara, mengatakan para petani khawatir akan keberadaan pasal 435 - 460 dalam bab zat adiktif tembakau pada RPP Kesehatan. Karena pasal tersebut dinilai bahwa pemerintah akan melarang total keberadaan produk tembakau dan turunannya.
"Di mana, pasal-pasal tersebut, tidak lagi memiliki semangat pengaturan atau pengendalian, namun bersifat larangan total bagi produk tembakau dan produk turunannya. Berbagai larangan tersebut adalah bentuk baru memposisikan produk tembakau sebagai produk ilegal," kata Ketut kepada detikcom, ditulis Senin (20/11/2023).
"Pasal 435 - 460 dalam bab zat adiktif tembakau pada RPP Kesehatan merupakan pasal yang diskriminatif dan tidak adil bagi ekosistem pertembakauan," tambahnya.
Ketut juga menyebut ada juga salah satu pasal yang mengamanahkan Menteri Pertanian untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian bertanggung jawab mendorong diversifikasi produk tanaman tembakau.
Hal itu pada pasal 457 (7) yang berbunyi "Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian bertanggung jawab mendorong diversifikasi produk tanaman tembakau dan mendorong alih tanam kepada produk pertanian lain."
Pihaknya mengaku terkejut akan adanya pasal tersebut, karena tidak pernah informasikan atau dilibatkan. Dia mengatakan sampai saat ini petani tembakau tidak tahu pergerakan pembahasan pasal pada RPP Kesehatan yang kini dinilai akan berdampak buruk pada nasib petani.
"Kami tidak pernah bayangkan akan dibahas bersamaan dengan keberlangsungan sektor pertanian cengkeh dan tembakau. Padahal, bagi para petani, tembakau adalah komoditas yang memberikan manfaat ekonomi yang tinggi, baik di daerah maupun nasional, daripada komoditas lainnya," jelasnya.
Kemudian, Sekjen Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono menilai aturan produk tembakau di RPP Kesehatan adalah bentuk regulasi yang eksesif dan tidak berimbang.
"Banyaknya larangan terhadap produk tembakau pada aturan tersebut berpotensi mencederai keberlangsungan ekosistem pertembakauan, mulai dari hulu, petani tembakau dan cengkeh, hingga hilir," terangnya.
Menurutnya, RPP Kesehatan yang diprakarsai oleh Kementerian Kesehatan ini tidak memandang kontribusi ekosistem pertembakauan bagi penyerapan tenaga kerja. Ia mengungkap jumlah tenaga kerja di industri tembakau saat ini mencapai 6 juta orang.
"Oleh karena itu, AMTI dan seluruh ekosistem pertembakauan sepakat untuk meminta aturan produk tembakau untuk dikeluarkan dari RPP Kesehatan," jelasnya. (ada/kil)