Dibikin Nggak Nyaman Sama Kantor? Coba 3 Hal Ini Sebelum Resign!

Lumongga Harahap - detikFinance
Sabtu, 25 Nov 2023 19:15 WIB
Ilustrasi/Foto: Boredpanda
Jakarta -

Bila pada akhir tahun 2022, marak istilah "quiet quitting" dibahas dan dipraktikkan, pada akhir tahun ini muncul istilah "quiet cutting". Apa itu quiet cutting? Dan bagaimana cara menghadapinya bila Anda menjadi korban?

Ketua umum Sumber Daya Manusia Indonesia (ISPI), Ivan Taufiza berikan tips dan trik menghadapinya. Pada dasarnya, quiet cutting adalah cara perusahaan untuk mengefisiensi karyawan. Cara ini dilakukan dalam rangka mengurangi karyawan secara halus, maupun mengharapkan perkembangan divisi lainnya dengan cara memutasi seorang atau segolongan karyawan ke suatu tim atau divisi.

Terdapat beberapa hal yang sebaiknya karyawan lakukan bila menjadi korban dari praktik quiet cutting.

Bermindset yang tepat

Memiliki mindset yang terbuka dan tepat saat mendapatkan kabar mengejutkan akan membuat Anda dapat berpikir lebih jernih. Bila pikiran lebih jernih, Anda tentu akan memiliki ekspektasi yang lebih jelas terhadap atasan Anda.

"Jadi, mindset itu harus bener dulu. (Atasan itu) bukan rekan kerja kita, bukan sahabat kita. Bukan orang yang otomatis punya empati sama kita. itu satu poin yang harus clear banget karena sekali mindset kita nggak bener, langsung kecewa," tekan Ivan.

Bila Anda telah menjernihkan pikiran, saatnya Anda melancarkan tindakan selanjutnya!

Komunikasi dan eskalasi

Setelah memiliki pikiran yang lebih jernih, ketika berhadapan dengan atasan pun Anda akan menerima alasan secara logis dan terbuka. Tidak sampai di atasan saja, lancarkan komunikasi sampai dengan bos dari atasan. Juga, berdiskusilah dengan HRD.

Satu hal yang harus dihindari dalam berkomunikasi adalah jangan berkomunikasi dengan orang yang tidak tepat. Justru, hal ini dapat membuat Anda masuk ke jalan yang tidak Anda harapkan.

"Jadi, dia (karyawan korban quiet cutting) eskalasi secara vertikal. Jadi, ke atasan dia atau secara horizontal ke HR atau serikat pekerja atau seterusnya. Tapi semangatnya mencari alternatif solusi," jelas Ivan.

"Even worse, temen-temen itu sering berdiskusi oran yang salah. Entah dia ngobrol ke saudaranya yang nggak ngerti, ke temen yang kompor meledug. Pimpinan 'kan persepsinya akan berbeda. Dia mungkin mau terminate orang ini, tapi dia open mau belajar skill yang baru. 'Wah, bagus dia ini ternyata ok, kita coba deh di tempat yang lain," lanjutnya.

Harapannya, dengan pikiran dan komunikasi yang terbuka, terbuka pula pikiran atasan agar tidak menjadikan mutasi sebagai praktek pemutusan kerja secara halus. Melainkan, sebagai cara untuk perusahaan berkembang dan mengembangkan kemampuan Anda pula.

Jadikan ini sebagai opportunity

Setelah memiliki mindset yang terbuka dan menjalin komunikasi dengan atasan, serta HRD, saatnya Anda membuka pikiran bahwa mutasi atau quiet cutting sebagai kesempatan Anda untuk berkembang. Hal ini bisa Anda sampaikan ke atasan, sekaligus meminta agar perusahaan memberikan program pendukung demi memajukan tim dan perusahaan.

"Sebenarnya, (quiet cutting) itu learning opportunity yang dipaksa. Dan itu sebenarnya nggak jelek. Jadi, dimutasi dan digeser itu bukan sesuatu yang jelek," tukas Ivan.




(eds/eds)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork