Wacana pemerintah dalam merombak sistem penggajian para pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) terus dibahas beberapa waktu ke belakang. Ada yang menyebut nantinya gaji ASN akan jadi single salary, ada ada pula yang menyebutnya akan setara gaji pegawai swasta dan BUMN.
Lewat skema baru ini, disebut-sebut gaji PNS maupun PPPK akan lebih adil dan kompetitif. Dengan demikian, pemerintah membuka kesempatan lebih lebar untuk perpindahan talenta sehingga pegawai swasta ataupun BUMN bisa pindah ke instansi pemerintah, begitu pula sebaliknya.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, langkah penyesuaian skema gaji ASN ke yang baru ini berkemungkinan akan menghasilkan empat konsekuensi. Pertama, belanja pegawai akan semakin meningkat tajam dan akan menjadi beban bagi APBN.
"Saat yang bersamaan kita melihat belanja birokrasi makin gemuk ya, belanja barang dan belanja pegawai nya makin membuat ruang fiskal menyempit. Sementara kebutuhan untuk belanja infrastruktur hingga belanja sosial dan ketahanan pangan cukup tinggi," kata Bhima, kepada detikcom, Senin (27/11/2023).
Baca juga: Ini Perbandingan Skema Baru Vs Lama Gaji PNS |
Selain itu, menurutnya pemerintah perlu membuat kajian detil apakah selama ini gaji dan tunjangan berpengaruh terhadap kinerja PNS, lalu di posisi mana saja yang efektif bila terjadi kenaikan gaji. Jangan sampai menaikkan gaji ke posisi PNS yang kinerjanya buruk dan serapannya rendah.
Bhima juga menilai, pemerintah perlu memastikan apakah kenaikan gaji bisa mencegah terjadinya korupsi di birokrasi. Buktinya, di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dengan gaji dan tunjangan yang relatif tinggi beberapa pegawai masih tersangkut skandal Rp 349 triliun.
"Dibanding naikan gaji tinggi, lebih baik pemerintah investasi jor-joran di teknologi sehingga birokrasi manual bisa ditekan. Kalau mau konsisten robotisasi dan revolusi 4.0 ya dimulai dari birokrasinya dibuat lean atau ramping," ujarnya.
Senada, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, jangan sampai ujung-ujungnya kebijakan ini malah memberatkan pemerintah daerah. Apalagi mengingat dengan skema seperti sekarang ini saja sudah terjadi ketimpangan antar-daerah.
"Selama ini dengan penggolongan, itu sudah banyak daerah-daerah yang APBD-nya separuhnya habis dipakai PNS-nya, apalagi kemudian dengan ini. Karena masalahnya nggak semua daerah sama APBD-nya. Dengan sistem single salary, PNS pasti lebih suka yang itu. Tapi persoalannya, apakah tidak akan ada masalah berikutnya," kata Trubus, dihubungi terpisah.
Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah betul-betul mempersiapkan skema ini dengan matang dan transparan. Pemerintah juga perlu memperjelas, bagaimana nasib pemda yang istilahnya 'kurang mampu' secara anggaran.
"Perlu diperhitungkan, betul-betul kuat nggak single salary tuh apakah betul-betul kuat sehingga tidak menimbulkan kekacauan," pungkasnya.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya Plt. Asisten Deputi Manajemen Talenta dan Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Kementerian PANRB, Yudi Wicaksono mengatakan, pihaknya tengah menggodok skema penggajian baru untuk ASN.
Konsepnya akan mirip seperti gaji pegawai swasta dan BUMN, diberikan satu gaji ditambah dengan bonus dan manfaat. Gaji PNS juga akan berfokus pada kinerja unit sehingga bisa saja gaji PNS di satu unit akan berbeda dengan unit lainnya. Besarannya juga akan disesuaikan dengan anggaran masing-masing instansi.
"Insentif bisa mengambil contoh bagaimana insentif di BUMN. Mereka bisa dapet, misalnya bonus berapa kali gaji. Kan ASN sekarang nggak kenal bonus. Jadi kinerja sama atau lebih (bagus) sama-sama nggak dapat bonus. Tahunya THR, gaji ke-13, tukin, tak dihubungkan dengan kinerja unit," kata Yudi, dihubungi Rabu (22/11/2023).
Meski demikian, ia menekankan skema yang dimaksud bukan penyetaraan terhadap gaji pegawai BUMN ataupun single salary seperti yang beredar di masyarakat. Skema ini lebih kepada total reward. "Itu maksudnya kita restructure komponen penghasilan ASN. Namanya bukan single salary, tapi total reward," tegasnya.
(shc/rrd)