Besaran UMP 2024 Diramal Sulit Jaga Daya Beli Masyarakat

Besaran UMP 2024 Diramal Sulit Jaga Daya Beli Masyarakat

Samuel Gading - detikFinance
Senin, 27 Nov 2023 15:36 WIB
UMP itu apa? UMP adalah singkatan dari upah mininum provinsi. Upah mininum berkaitan dengan biaya yang diberikan oleh pemerintah kepada para pekerja.
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Yamtono_Sardi
Jakarta -

Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang berkisar di angka 1,2-7,5% dinilai terlalu sedikit oleh pengamat ekonomi. Hal ini ditaksir akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi yang sulit mencapai level 5%.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, melihat bahwa keputusan berbagai provinsi di Indonesia yang menetapkan kenaikan UMP di angka 1,2% sampai 7,5% terlalu sedikit. Menurutnya, median rata-rata UMP yang berkisar di angka 1,5-2% membuat elemen buruh dan pekerja formal akan sulit menghadapi kenaikan harga bahan pokok alias inflasi yang berkisar di angka 3%.

"Inflasi adalah faktor pengurang kenaikan Upah. Semisal inflasi 3% sementara pertumbuhan ekonomi 5%, alfanya paling tinggi 0,3%, ini berarti rata-rata kenaikan UMP hanya berkisar di angka 1,5% sampai 2%. Ini tidak cukup menambah kesejahteraan buruh," ucapnya dalam podcast Tolak Miskin yang disiarkan Senin (27/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tauhid menyebut, rendahnya kenaikan UMP akan berpengaruh terhadap melemahnya konsumsi masyarakat. Apalagi, berdasarkan catatan INDEF, tingkat konsumsi rumah tangga berada di angka 5,06% pada kuartal III-2023.

Hal ini menurun jika dibandingkan tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2023 yang berada di angka 5,23% dan pada periode yang sama di tahun sebelumnya (YoY) atau pada kuartal ke III-2022 yakni 5,39%.

ADVERTISEMENT

Melemahnya konsumsi rumah tangga pun akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebab, konsumsi rumah tangga adalah salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dampak pelemahan konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi pun dapat terlihat dari merosotnya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,17% pada kuartal II-2023 menjadi 4,94% pada kuartal III-2023. Hingga saat ini, elemen buruh dan pekerja sektor formal adalah tulang punggung ekonomi Indonesia.

"Hal ini disebabkan daya beli masyarakat yang berkurang karena kenaikan upah tidak terlalu signifikan, serta inflasi pangan yang tidak bisa diprediksi terutama oleh beras dan tidak bisa diantisipasi pemerintah. Sehingga kita khawatir kalau ini kejadian lagi daya beli masyarakat tidak akan terdorong. Maka efeknya, pertumbuhan ekonomi bakal turun di bawah 5% secara agregat pada 2024 karena faktanya yang banyak berbelanja itu kelas menengah," bebernya.

Mengerek Batas Maksimal Indeks Alfa

Oleh sebab itu, Tauhid menyarankan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah mempertimbangkan untuk menaikkan indeks alfa yang menjadi salah satu variabel perhitungan UMP. Dia bilang, pemerintah bisa menaikkan ketetapan indeks alfa (Ξ±) yang saat ini memiliki batas maksimal 0,3%.

Indeks alfa menjadi elemen pengali yang mengurangi persentase pertumbuhan ekonomi dalam hitungan kenaikan UMP. Kenaikan batas maksimal alfa menjadi 5% khususnya bisa dilakukan untuk sejumlah daerah yang memiliki kontribusi lebih terhadap perekonomian.

"Alfa jangan dipatok 0,3% karena itu mengurangi hak buruh karena porsi buruh hanya 30% dari total kenaikan pendapatan atau pertumbuhan ekonomi. Katakanlah kenaikan pendapatan 100%, ini berarti buruh hanya 30% sementara 70% dimiliki pelaku usaha. Saya kira agar fair dan adil, setidaknya alfa diubah sehingga batas maksimal 0,5% jadi separuh atau 50%," imbuhnya.

Selain itu, pemerintah juga bisa mendukung elemen buruh dengan memperkuat pengawasan terhadap pemberian hak-hak pekerja seperti perpanjangan masa kontrak. Menurutnya, tingkat kepatuhan perusahaan terhadap pemberian hak-hak pekerja hingga saat ini masih kurang menggembirakan.

"Angkanya (tingkat kepatuhan) di bawah 60% karena berbagai alasan. Ini juga sektor formal. Karena itu saya pikir yang perlu diperlakukan adalah pengawasan yang ketat khususnya soal peringatan dan sanksi," ungkapnya.

Aspek lainnya, ia juga berharap pemerintah juga bisa mendorong perusahaan agar memberi jaminan fasilitas dan kesejahteraan seperti mendorong pemberian biaya transportasi dari rumah ke lokasi industri, serta perlindungan sosial. Negosiasi upah pun jika bisa didorong untuk bisa dilakukan secara transparan dan terbuka.

"Keterbukaan negosiasi itu harus dilakukan. Jangan sampai pekerja mendapatkan tekanan untuk menerima upah di bawah UMP. Dan, tidak punya pilihan dibanding tidak bisa bekerja," pungkasnya.

Informasi lengkap tentang topik ini bisa didengarkan pada podcast Tolak Miskin dengan mengklik widget di bawah ini.

(eds/eds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads