Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Encep Dudi Ginanjar menjelaskan hingga Oktober 2023, bea dan cukai turut berkontribusi sebesar Rp 220,8 triliun atau 72,8 persen dari target APBN. Sektor cukai menjadi tumpuan dengan total penerimaan mencapai Rp 169,8 triliun.
Hal itu didukung dengan penerimaan bea masuk sebesar Rp 41,4 triliun dan penerimaan bea keluar sebesar Rp 9,7 triliun.
"Dibandingkan tahun sebelumnya, bea masuk mengalami pertumbuhan 1,8 persen karena pengaruh tarif efektif, menguatnya kurs USD, dan impor komoditas utama," kata Encep dalam keterangan tertulis, Selasa (28/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedangkan bea keluar dan cukai mengalami penurunan masing-masing 74,4% dan 4,3% yang diakibatkan penurunan harga CPO, penurunan volume ekspor tembaga, berhentinya ekspor bauksit, serta penurunan produksi rokok golongan I," sambungnya.
Lebih lanjut, Encep mengungkapkan meskipun terdapat perlambatan di beberapa sektor, Bea Cukai tetap berupaya mengoptimalkan penerimaan negara melalui kinerja pelayanan dan pengawasan.
"Kami juga mengapresiasi segala kontribusi dan dukungan yang telah diberikan oleh masyarakat terhadap kinerja APBN dan Bea Cukai, sehingga secara kontinu dapat memberikan manfaat," tutup Encep.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kinerja baik APBN per Oktober 2023 masih on-track dengan pendapatan negara mencapai Rp 2.240,1 triliun atau meningkat 2,8 persen (yoy).
Dia menyebut kinerja belanja APBN yang mencapai Rp 2.240,8 triliun pun menunjukkan hasil yang baik dengan fokus tetap memberikan beragam manfaat langsung kepada masyarakat.
Hal itu direalisasikan dalam bentuk perlindungan sosial, kesejahteraan petani, fasilitas UMKM, pendidikan, infrastruktur, dan investasi yang berfokus pada sektor prioritas.
Sri Mulyani juga mengimbau meskipun tengah berada di hasil positif hingga saat ini, Indonesia harus tetap waspada dengan risiko dan ketidakpastian global yang meningkat karena dampak pasca pandemi, geopolitik, volatilitas pasar uang, inflasi komoditas, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
(prf/ega)