Industri ritel dalam negeri mulai merasakan goncangan dampak dari gerakan boikot terhadap produk yang dianggap pro atau terafiliasi dengan Israel. Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, berpendapat ajakan boikot produk Israel di Indonesia memang lebih berdampak ke dalam negeri, bukan sebaliknya.
"Boikot itu bukan langkah ekonomi, itu langkah politik. Karena kalau dilihat dari langkah ekonomi, boikot secara signifikan tidak akan menyakiti Israel. Justru boikot yang dilakukan itu lebih menyakiti diri kita sendiri," kata Piter dalam agenda Forum Jurnalis Jagoan GoPay Tabungan Syariah by Jago di Menara BTPN, Jakarta Selatan, Selasa (5/12/2023).
Piter kemudian menjelaskan bahwa ajakan untuk memboikot produk Israel di Indonesia terhitung langkah sia-sia. Mayoritas produk yang dihasilkan dan pekerja adalah orang Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau boikot satu produk tertentu, itu cuma mereknya saja yang berkonotasi Israel. Barangnya, pekerjanya, semuanya orang Indonesia. Yang tersakiti itu orang Indonesia. Kalau bangkrut, yang kena PHK itu orang Indonesia," tegasnya.
Oleh sebab itu, Piter menegaskan pemerintah harus berupaya bersikap adil dengan menjelaskan mana produk-produk yang diduga pro-Israel karena perusahaan tersebut adalah unit usaha yang berinvestasi di Indonesia. Selain itu, ia juga memahami kegelisahan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) soal sumber informasi daftar produk yang harus diboikot.
Piter mengatakan bahwa berbagai daftar produk itu tidak berasal dari sumber resmi. Karena sumbernya tidak jelas, daftar gelap itu bisa diindikasikan sebagai upaya persaingan usaha tidak sehat.
"Daftar gelap bisa jadi bentuk upaya kotor memanfaatkan situasi untuk persaingan tidak sehat. Semisal ada perusahaan yang bersaing, pesaingnya dimasukkan dalam daftar itu. Itu yang harus dicegah dan pemerintah harus hadir untuk itu. Makanya pemerintah harus tegas memberi arahan produk apa yang diboikot, kenapa diboikot, dan seperti apa kita memboikotnya," jelasnya.
Selain itu, Piter juga menilai bahwa ajakan untuk boikot sebenarnya bersifat imbauan, bukan paksaan. Boikot pada hakikatnya adalah pernyataan politik. Oleh sebab itu, ia juga menghimbau agar masyarakat juga bijak menyikapi ajakan tersebut.
"Boikot hanya statement politik, apapun yang kita lakukan tidak bisa berdampak langsung terhadap kebangkrutan Israel. Tidak mungkin Israel bangkrut dengan boikot produk. Kalau mau boikot silakan saja, tapi jangan memaksa orang lain," imbuhnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah turun tangan mengatasi dampak gerakan boikot produk yang terafiliasi Israel. Menurut Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey, seruan boikot tersebut berawal dari informasi yang tidak bisa dipastikan sumbernya.
"Itu yang kami soroti dan sampaikan di berbagai kesempatan, pemerintah harus turun tangan. Karena bedanya dengan pengusaha, pemerintah ada banyak alat atau instrumen, ada instansi yang terlibat, pihak berwenang, semua regulasi, peraturan dibuat. Tentu mereka harus hadir mengatasi polemik ini," ucap Roy dalam Podcast Tolak Miskin 'Goncangan Boikot Produk Pro Israel Mulai Terasa', Senin (4/12).
Roy mengatakan bahwa Aprindo mendukung seluruh langkah pemerintah untuk mengupayakan perdamaian di Jalur Gaza seperti perdamaian, diplomasi, dan misi kemanusiaan. Namun di sisi lain, pemerintah juga diharapkan bisa menjaga roda ekonomi dalam negeri.
Simak juga Video: Kominfo Sebut Daftar Produk Diharamkan MUI Terafiliasi Israel Hoax