Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi memproyeksikan stabilitas pangan akan menghadapi tiga tantangan besar pada 2024. Tantangan itu yang menjadi beban untuk stabilnya harga pangan di tahun depan.
"Jadi memang stabilitas pangan menghadapi tantangan berat di akhir 2023 dan keadaannya juga akan penuh tantangan di 2024," kata Bayu dalam konferensi pers di Bulog Corporate University, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023).
Tantangan pertama adalah produksi beras Indonesia yang menurun. Hal itu disebabkan terjadi penyusutan luas panen dan produksi gabah kering giling (GKG) di Indonesia akibat dampak kekeringan yang berkepanjangan alias fenomena El Nino.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sayang sekali produksi kita turun. Kalau lihat tren produktivitas tanaman pangan, terutama beras juga turun," ujar Bayu.
Tantangan kedua adalah meningkatnya biaya produksi seperti harga pupuk hingga energi akibat masih melekatnya dampak pandemi COVID-19.
Tantangan ketiga karena adanya kenaikan harga pangan dunia imbas ketegangan geopolitik. India misalnya, menjadi lebih protektif untuk impor beras dan memilih memperbanyak stok di dalam negeri.
"Jadi itu 3 tantangan besar. Ketiganya pun masih menghadapi ketidakpastian; dibuka atau enggak, ekspor lagi atau enggak, harganya naik atau turun, dan seterusnya," ucapnya.
Untuk stabilisasi harga pangan, Bayu mengemukakan pelaksanaan program Bantuan Pangan berupa beras sampai 20 Desember 2023 sudah terealisasi 97% atau sebanyak 1,46 juta ton dari pagu total sebanyak 1,49 juta ton.
Di samping itu juga Bulog sudah menggelontorkan beras operasi pasar atau yang sekarang bernama Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Sepanjang tahun 2023 ini sudah sebanyak 1,1 juta ton.
"Dalam rangka program stabilisasi harga beras, pemerintah melalui Bulog sudah menggelontorkan CBP sebanyak 2,56 juta ton di sepanjang 2023. Untuk program SPHP sudah disalurkan sebanyak 1,1 juta ton CBP dan untuk program beras bantuan pangan sudah sebanyak 1,46 juta ton CBP," ujar Bayu.