Indonesia bakal menyelenggarakan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 14 Februari 2024. Ekonom Senior INDEF, Aviliani berpendapat, jika Pilpres diselenggarakan hanya satu putaran hasilnya akan lebih baik bagi investasi.
Ia menyebut investasi bakal lebih baik setelah Februari jika Pilpres satu putaran. Menurutnya, saat ini investor masih menunggu siapa presiden yang bakal terpilih dan menunggu kebijakan apa yang bakal dikeluarkan.
"Kemudian wait and see, investor terutama sektor riil, karena mereka mau investasi sekarang mereka belum tahu siapa presidennya, policy-nya seperti apa sehingga mungkin kalau satu putaran, mungkin setelah Februari mulai bagus lagi," katanya dalam Diskusi Publik Ekonom Perempuan INDEF, disiarkan secara virtual, Kamis (28/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika Pilpres berjalan dua putaran maka investor akan mengambil sikap wait and see hingga Juni. Oleh karena itu ia berpendapat 2024 belum tentu lebih baik dari 2023 karena adanya Pilpres.
"Tapi kalau dua putaran ya menunggu sampai Juni. Nah makanya kita berharap satu putaran lebih bagus, tapi kalau tidak ya memang akan lebih lama. Nah ini juga yang membuat kenapa 2024 belum tentu lebih baik dari 2023 karena kita juga ada tahun pemilu," bebernya.
Ia juga mengingatkan para calon presiden untuk tidak membuat kegaduhan. Ini demi mengantisipasi agar investor tidak menempatkan uang mereka di luar negeri.
"Ini juga buat capres-capres perlu jangan sampai membuat kegaduhan yang membuat akhirnya orang yang punya duit itu keluar dan itu akan menyulitkan kita semua. Oleh karena itu diharapkan pemilu damai lah supaya tidak ada ketakutan pengusaha dalam menempatkan uang di luar," tambahnya.
Baca juga: Apa Benar Belum Ada yang Investasi di IKN? |
Sementara senior researcher ASIAN Scenarios, Asmiati Malik menyebut tahun politik 2024 harus dicermati dengan baik. Apalagi sejumlah negara bakal menyelenggarakan pemilu, termasuk India, Taiwan, Korea Selatan, dan Amerika serikat.
Menurutnya pemilu India bakal berpengaruh terhadap dinamika politik di Asia, mengingat populasi negara tersebut yang sangat besar. Selain itu jika ada pergantian kepemimpinan dari Partai Demokrat ke Republik di Amerika Serikat (AS), kebijakan politik dunia juga bisa berubah.
"Tahun depan juga akan terjadi pemilu di AS. Sehingga kemudian kalau terjadi perubahan peralihan kekuasaan dari Demokrat ke Republik, tentu juga kebijakan politik akan sangat berubah," pungkasnya.
(ily/ara)