Kementerian BUMN telah merampungkan proses integrasi dua pengelola bandara BUMN. Hal ini ditandai dengan terbentuknya subholding PT Angkasa Pura Indonesia atau InJourney Airports.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun buka-bukaan soal penggabungan dua operator bandara besar di Indonesia ini. Dia mengatakan penggabungan usaha ini dilakukan berdasarkan prinsip clustering usaha.
Budi Karya percaya konsep ini membawa sebuah kekuatan baru karena ada efisiensi dan sinergi usaha yang terbangun antara dua Angkasa Pura.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, BUMN memiliki konsep clustering, berarti industri sejenis dikelompokkan agar tercipta satu efisiensi sinergi kolaborasi yang akhirnya membuat suatu kekuatan," ujar Budi Karya ditemui di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (29/12/2023).
Dia pun mengungkit keberhasilan Kementerian BUMN yang sebelumnya telah menggabungkan Pelindo yang tadinya terdiri dari empat usaha besar menjadi satu operator pelabuhan besar.
Sebelumnya, tanpa penggabungan, empat perusahaan Pelindo tidak berjalan beriringan meskipun lini usahanya mirip. Sama seperti Pelindo, menurut Budi Karya dua Angkasa Pura selama ini saling berkompetisi padahal lini usahanya sama.
"Karena ada 4 Pelindo maka semua pelabuhan itu melakukan direct call ke Singapura, maka hasilnya adalah membuat Singapura jadi hub. Hampir sama juga dengan AP I dan AP II, bayangkan direksinya saja kembar, ada direktur keuangan, ada direktur komersial operasi, CSR, dan sebagainya. Jadi redundant," ungkap Budi Karya.
"Kalau dulu mungkin terjadi persaingan yang tidak sehat, sama-sama membangun, juga sama-sama mengupayakan ke luar negeri. Akhirnya kita kawal, sekarang kita efisienkan ini menjadi satu entitas," lanjutnya.
Sebagai seorang yang pernah menjabat pimpinan perusahaan, Budi Karya meyakini dari segi korporasi penggabungan Angkasa Pura akan memberikan banyak manfaat.
Sementara itu, dari segi kapasitas perusahaan, penggabungan membuat Angkasa Pura menjadi perusahaan dengan kapasitas besar. Bahkan, menurutnya menjadi yang terbesar ke lima di dunia sebagai operator bandara. Hal ini bisa menarik di mata investor, khususnya apabila perusahaan mau melakukan go public.
"Ini adalah suatu peralihan yang nantinya menjadi AP Indonesia, menurut hemat saya, saya ini sebagai orang korporasi, saya tahu persis, kalau ada hal-hal yang bisa disinergikan itu akan lebih bagus, skalanya besar, efisien dan sebagainya," beber Budi Karya.
"Secara entitas, suatu barang yang merger itu barangnya jadi besar dan menarik untuk menjadi efisien di mata investor," terangnya.
Sejauh ini, meski sudah digabungkan di bawah bendera Angkasa Pura Indonesia, dua perusahaan Angkasa Pura masih memiliki manajemen masing-masing. Apakah dua manajemen ini akan digabungkan, Budi Karya tak mau menjawab hal tersebut. Urusan merger perusahaan adalah urusan Kementerian BUMN.
"Jadi gini, kalau kami kan regulating, kewenangan untuk melakukan merge dan sebagainya itu adalah Kementerian BUMN," sebut Budi Karya.
Yang jelas, sejauh ini, Budi Karya menilai pembentukan Angkasa Pura Indonesia yang menggabungkan dua perusahaan operator bandara besar di tanah air tak menyalahi aturan penerbangan yang ada.
"Kami melihat rambu-rambu regulasi seperti apa. Nggak ada rambu-rambu yang dilanggar, sekali lagi karena saya orang korporasi, saya apresiasi upaya itu," pungkas Budi Karya.
(hal/das)